la5cdBVcJFaCKClaZd870wvmwrwziXBkFqlQB4ZQ
Bookmark

Makalah Urgensi Perbandingan Agama Dalam Mempertahankan Kebenaran Agama

Urgensi Perbandingan Agama  Dalam Mempertahankan Kebenaran Agama

Ilmu Perbandingan Agama

(Urgensi Perbandingan Agama

Dalam Mempertahankan Kebenaran Agama)


Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ilmu Perbandingan Agama

Dosen Pengampu: Drs H. Ahmad Choiron,M.Ag

MAKALAH

Makalah Urgensi Perbandingan Agama  Dalam Mempertahankan Kebenaran Agama


Disusun Oleh :

Ahmad Salim (1410120051)

Zulkifli Darwis (1410120058)

Muhammad Asad (1410120047)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2017


A. PENDAHULUAN

Sebagaian orang mungkin masih awam mendeteksi ihwal studi perbandingan agama. Gagasan studi itu dianggap sesuatu yang baru yang kurang begitu didalami. Tidak bisa dipungkiri ada anggapan bahwa dengan mempelajarinya, bisa saja mereka dapat murtad setelah memelajari suatu agama tertentu.

Fenomena inilah yang menjadi fokus, bagaimana agar mainset masyarakat yang menjustifikasi perbandingan agama sebagai hal yang tabu, khususnya bagi mereka yang beraliran radikal, lambat laun dinaturalkan. Kebebasan beragama yang telah diatur dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 seharusnya dijadikan landasan hukum yang jelas dalam beragama, mengingat kita hidup dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pun demikian halnya dengan Islam sendiri, agama yang rahmatanlil alamin ini jugaa mengakui kebebasan cara pandang dalam beragama. Sebagaimana Firman Allah SWT yang termaktub dalam QS. Al Kafirun ayat 5 Ù„َÙƒُÙ…ْ دِينُÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ِÙ‰َ دِينِ

Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."[1]

Jelaslah, bahwa pluralisme dalam beragama juga diakui dalam agama Islam.

Selanjutnya dalam makalah ini kami mencoba membahas lebih lanjut mengenai urgensi mempelajari ilmu perbandingan agama di tengah kehidupan bangsa Indonesia yang plural. Bagaimana umat beragama memaknai kebenaran ajaran agama masing-masing yang sangat relatif? Serta bagaimana kedudukan perbandingan agama dalam mempertahankan kebenaran agama mereka.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam bab ini kami membeberkan beberapa poin dalam bentuk draft pertanyaan yang menjadi dasar pemikiran kami untuk melangkah runtut dalam bab pembahasan. Selanjutnya pertanyaan itu menjadi rumusan kerangka pokok tulisan kami dalam berfikir mendedah tema urgensi perbandingan agama ini.

Adapun rumusan permasalah yang dimaksud, diantaranya:

1. Mengapa perbandingan agama diperlukan dalam kehidupan bangsa Indonesia yang plural?

2. Bagaimana relativitas pemeluk agama dalam mempertahankan kebenaran agamanya?

3. Mengapa perbandingan agama begitu penting untuk mempertahankan kebenaran agama?

C. PEMBAHASAN

1. Peran Penting Perbandingan Agama dalam Kehidupan Bangsa Indonesia yang Plural 

Dalam memelihara kehidupan masyarakat, kontribusi nilai-nilai agama sangat diperlukan terutama dalam upaya membangun etika yang diperlukan masyarakat. Sebagaimana konsep Global Responsibility yang diungkapkan Hans Kung bahwa ada beberapa pola dalam membentuk tanggung jawab dunia. Pertama, dunia tidak akan bertahan tanpa adanya etika dunia (No survival without a world ethic); kedua, tidak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian keberagamaan (No world peace without religious peace); ketiga, tidak ada perdamaian keberagamaan tanpa dialog keberagamaan (No religious peace without religious dialogue), keempat, tidak ada dialog keberagamaan tanpa mempelajari dasar agama-agama (No religious dialogue without investigating the foundation of the religions).[2]

Baca: Jurnal Nilai Pluralisme dalam Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Studi Analisis Isi Terhadap Buku Ajar SKI MA

Berdasarkan realitas beragama banyak sekali manfaat yang diperoleh dalam pelaksanaan aktivitas hubungan antar-agama, seperti:

a. Mempermudah dalam memahami realitas agama

Kita dapat mengetahui bahwa untuk memahami suatu hal kita membutuhkan suatu penunjang demi mendukung proses pemahaman tersebut. Hasil daripada penelitian-penelitian dapatlah kita gunakan sebagai referensi untuk lebih dalam lagi memahami ajaran Islam, dengan adanya hasil penelitian itu maka kita dapat dengan mudah mempelajari apa yang akan kita kaji.

b. Menambah wawasan dalam beragama

Mengapa kami katakan penelitian Islam bisa menjadi sarana untuk menambah wawasan, karena subtansi ajaran Islam sangatlah luas, dengan melakukan penelitian terhadap subtansi-subtansinya maka kita secara langsung menambah pengetahuan kita terhadap Islam

c. Membangun kesepahaman dalam keperbedaan

Setiap agama pasti berbeda, tetapi berbeda tidak berarti tidak bisa brejumpa, dalam keperbedaan tersebut setiap umat beragama sangat mungkin untuk berjumpa dalam satu bentuk kesepahaman yang dibangun di atas pluralitas agama-agama. Kesepahaman dalam keperbedaan menjadi kata kunci menjalin hubungan lintas agama tersebut.[3]

2. Relativitas Pemeluk Agama dalam Mempertahankan Kebenaran Agamanya Menurut Scope

Susunan tingkatan kebenaran dibedakan menjadi 4:

1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia

2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio

3. Tingkat filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya

4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.[4]

Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik psikologis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.

Baca: Review Jurnal Dinamika Kepribadian Menurut Psikologi Islami

Pluralitas Dalam Beragama

Pluralitas agama adalah hukum alam, muncul sebagai konsekuensi logis dari hasil interpretasi manusia terhadap kehendak Tuhan. Hanya saja yang menjadi perbedaan di antaranya adalah hanya pada aspek ritual-formalistiknya. Islam pergi ke Masjid, Kristen ke Gereja Hindu ke Pura dan lain sebagainya.

Sekalipun demikian, truth claim dan salvation claim setiap agama selalu mengemuka manakala berhadapan dengan agama lain (other religions). Seseorang cenderung membenarkan dan yakin agamanya yang paling benar, sementara agama lain adalah salah sama sekali. Sikap eksklusivisme keberagamaan semacam ini seakan menjadi kewajiban agama bagi setiap penganutnya sebagai upaya mempertahankan kebenaran agamanya. Sebagian orang Islam tentu akan berapologi dan apatis dalam memandang keberadaan agama lain. Bahkan, tidak jarang konsep jihad yang hanya dimaknai al-qital bil-shaif (berperang dengan pedang), dan amar maruf nahy munkar menjadi alasan untuk menyerang non-Muslim yang diyakininya sebagai kuffar, orang-orang kafir.

Padahal, agama turun tidak dalam ruang hampa, tanpa peradaban manusia. Agama diturunkan dalam aneka spektrum sosiologis, antropologis tertentu, turun dalam nuansa yang serba manusiawi. Sebab antara teks dan realitas (konteks) senantiasa berdialektika secara terus-menerus. Misalnya Islam dengan tempat turunnya di Arab (Mekkah dan Madinah), Hindu dengan India dan lain sebagainya. Maka dari itu aspek historisitas dari agama tidak bisa dipandang sebelah mata. Agama senantiasa menyejarah, dinamis. Clifford Geertz menyebutkan bahwa agama mencakup dua aspek; aspek model untuk (model for) dan model mengenai (model of). Model for ini bersifat abstrak yang berhubungan dogma, teori dan doktrin. Sementara model of bersifat kongkrit yang berkaitan dengan realitas sosial, struktur sosial. Kedua aspek tersebut (normativitas dan historisitasnya) harus berjalan sejajar.

Dengan demikian, agama itu relatif, sesuai dengan tafsir manusia atas firman Tuhan, tidak absolut. Keterkaitan manusia atas penafsiran agama meniscayakan adanya multi persepsi tentangnya. Saya (Allah) tergantung pada perspepsi hambaKu, kata Allah dalam salah satu Hadist Qudsinya. Paul F. Knitter mengatakan bahwa agama sebagai jalan adalah relatif. Masing-masing tafsir atas agama Tuhan itu pun juga relatif, sehingga adanyat truth claim dan salvation claim dan konflik agama bisa diminimalisir. Sebab, salah satu penyebab munculnya konflik agama adalah karena saling menuduh salah dan sesat atas agama lain yang pada gilirannya akan memeranginya sebagai tindakan menumpas kejahatan, kriminal (evil) yang menjadi anjuran setiap agama.[5]

3. Ilmu Perbandingan Agama dalam Kaitanya dengan Mempertahankan Kebenaran Agama

Setelah mempelajari perbandingan agama, orang yang belajar ilmu ini diharapkan dapat meyakini dan mempertahankan kebenaran agamanya. Kami mengambil sample agama Islam disejajarkan dengan agama yang lain.

Baca: Teori sejarah masuknya islam ke indonesia

Sebagai seorang muslim, dengan mempelajari perbandingan agama, dapat menemukan beberapa ajaran agama lain yang tidak sesuai dan seorang muslim akan lebih teguh mempertahankan kebenaran agamanya. Berikut ini beberapa ajarana agama lain yang tidak sesuai dengan Islam dan menjadi pelemah di mata kaum muslimin:

a. Agama Hindu

1. Tentang ketuhanan

Sejak 1.500 SM. hingga sekarang orang india atau orang-orang yang beragama hindu umumnya tenggelam dalam menyembah berhala dan dewa-dewa. Menurut Islam kepercayaan dan penyembahan semacam itu disebut animism, yang artinya anggapan adanya roh pada setiap benda, baik benda hidup maupun benda mati. Perbuatan menyembahnya dalam Islam disebut syirik, sedang orangnya disebut musyrik.

2. Tentang Roh Manusia

Dalam agama hindu ada kepercayaan bahwa orang akan bahagia, apabila atman (jiwa manusia) kembali bersatu dengan Brahman (yang maha ada), sebab atman adalah merupakan satu bagian dari pada Brahman. Jadi mereka menganut faham Patheisme yaitu suatu aliran yang menganggap bahwa semua alam ini adalah Tuhan. Atau dengan kata lain, Tuhan itu adalah alam ini semua. Jadi kodrat berada di dalam alam ini juga. Hal ini juga sangat bertentangan dengan ajaran Islami.

3. Terhadap Hukum Karma dan Reinkarnasi

Hukum karma atau hukum sebab akibat ( the low of cause and offect ), yang maksudnya segala amal perbuatan ada buahnya, hal ini dalam Islam serupa, tetapi tidak sama.

Dalam agama hindu orang masuk surga atau neraka adalah tidak kekal tetapi hanya sementara saja. Sebab manusia tidak mungkin akan mendapat pahala yang tidak terbatas dari perbuatan yang terbatas. Tetapi menurut Islam, orang yang masuk surga atau neraka dapat kekal selama lamanya, walaupun kadang kadang harus mampir dulu dineraka, sebab berlakunya hukum itu ada di tangan Allah.

Mengenai Reinkarnasi, agama hindu mengajarkan bahwa manusia yang lahir didunia ini baik yang kaya bahagia, miskin menderita, buta, tuli bisu dan lain lain itu semuanya adalah buah perbuatannya diwaktu yang dulu. Sedangkan dalam Islam anggapan semacam itu tidak ada. Buah perbuatan manusia akan dirasakan besok dialam akhirat. Disitu manusia akan mendapatkan buah amalnya dengan sepenuh-penuhnya dan senyata-nyatanya

Adapun kebahagiaan atau penderitaan hidup di dunia itu bukan akibat perbuatan pada hidupnya di dunia yang lalu.

4. Tentang Kasta

Agama Hindu mengenal empat kasta yaitu, penggolongan dalam masyarakat yang diklasifikasikan dari tingkatan tertinggihingga tingkatan terndah. Tiap-tiap golongan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang tidak sama. Dari yang golongan satu dengan golongan yang lainnya merupakan stratifikasi tertutup, artinya dari golongan atas tidak diperkenankan mengadakan hubungan langsung dengan hubungan yang lebih rendah, apalagi mengadakan hubungan perkawinan.

Tetapi dalam agama Islam tidak ada aturan tentang itu, menurut Islam seorang muslim adalah saudara muslim seagama, senasib dan sepenanggungan dan mempunyai hak-hak yang sama, tidak pandang apakah dia kaya atau miskin kulit hitam atau kulit putih.

Perbedaan ini terletak pada takwa nya saja yang paling takwa itulah yang paling mulia disisi Allah.

b. Agama Budha

1. Ketuhanan

Sejak permulaan Budha mengembangkan agama, ia tidak ada membicarakan soal-soal ketuhananan dan soal-soal alam di luar alam yang nyata ini. Dia tidak menyebut atau membicarakan Yang Maha Kuasa dan Pencipta ala mini. Malah menurut Dr. Ghallab, dalam penyelidikannya ditemui bahwa dia (Budha) mengingkari adanya tuhan, roh yang ada pada segala wujud.

2. Kejadian Alam

Pendapat Budha tentang terjadinya alam ini sebagai berikut : wujud ini disebabkan oleh peredaran yang terus menerus secara natur, yang tidak ubahnya dengan peredaran mata rantai tidak diketahui mana yang awal dan mana yang akhir, satu sama lain hajat menghajatkan, bukan karena oleh adanya yang mewujudkan dan mengatur wujud ini. Demikianlah keterangan Myasein dalam ceramahnya tentang Budha di Birma. Budha memberi contoh dengan terjadinya manusia. Manusia terjadi dadi beberapa unsur, bukan karena Sang Khalik.

c. Agama Nasrani

1) Ajaran Nassrani tentang tritunggal

Tritunggal merupakan ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Tauhid Islam.

2) Ajaran gereja tentang dosa waris

Dosa waris tidak terdapat dalam Islam sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad SAW. Yang artinya: Tiap-tiap anak dilahirkan atas tithrah (kesuacian = suci dari dosa)

3) Penyaliban Isa Al Masih

Menurut Al Quran Nabi Isa as tidak disalib, tetapi dimiripkan (diserupakan) seseorang kepadanya di mata orang banyak.

4) Kitab Suci Bibel, yang menjadi pegangan agama Kristen,

Tempat memebesarkan semua urusan ialah kitab suci mereka Bibel, yaitu kumpulan dari Perjanjian Baru. Perjanjian Lama adalah semua kitab-kitab, surat-surat, naskah dan catatan Bani Israil sejak zaman Nabi Musa sampai ke zaman akan lahirnya Nabi Isa. Pendirian Islam terhadap Bibel dengan tegas telah dinyatakan dalam QS. Al Baqarah:79). Juga bertentangan dengan Hadits Nabi. Suatu ketika seorang sahabat bertanya pada Nabi SAW: Ya Rasulullah, Bagaimana sikap kami mendengar cerita agama dari orang-orang ahli kitab yakni Yahudi dan Nasrani? Nabi menjawab: Janganlah mereka dibenarkan dan jangan pula didustakan. Menurut Moh. Rifai (1980) Hadits Nabi tersebut disimpulkan dengan bahwa kita umat Islam hanya percaya dan menerima kepada ucapan-ucapan yang diucapkan Isa yang asli, dan menolak segala ajaran yakni akidah yang bertentangan dengan kepercayaan aqidah Islamiyah.[6]

D. ANALISIS

Begitu banyak gesekan antar agama yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pemeluk agama masing-masing. Solusi dengan memperdalam ilmu perbandingan agama menjadi tawaran realistis dalam mewarnakan toleransi antar umat beragama.

Baca: NORMA-NORMA ALAM, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM KONTEKS KEBERAGAMAAN

Pemahaman kebenaran agama pada setiap pemeluk agama adalah bersifat relatif. Islam menganggap Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu paham akidah mutlak yang tidak bisa diganggu gugat. Kristen memandang trinitas sebagai akidah ketuhanan yang relevan. Budha menganggap Sidharta Gautama merupakan adalah orang suci yang memperoleh petunjuk untuk keselamatan manusia. Relativitas di sini sangat kentara sekali. Maka perbandingan agama menjadi jalan keluar soltif dalam mempertahankan kebenaran agama dengan mempelajari berbagai agama untuk menemukan perbedaan terhadap agama yang diyakini.

Sebelum berkecimpung dalam studi ini, seseorang (mahasiswa) harus menata keimanan mereka terlebih dahulu, memperbanyak fondasi pengetahuan tentang agama yang diyakini, terutama tentang ranah akidah sehingga ghiroh untuk mempertahankan kebenaran agama yang kita yakini akan lebih tersematkan.

E. KESIMPULAN 

1. Pentingnya mengkaji perbandingan agama di tengah kehidupan bangsa Indonesia yang plural diantaranya:

a. Mempermudah dalam memahami realitas agama

b. Menambah wawasan dalam beragama

c. Membangun kesepahaman dalam keperbedaan

Pemeluk agama seharusnya mempercayai keyakinan agamanya masing-masing karena keyakinan yang dianutnya merupakan penggilan hati yang paling hakiki dibanding ajaran agama yang lainnya.

2. Agama adalah relatif, sesuai dengan tafsir manusia atas firman Tuhan, tidak absolut. Keterkaitan manusia atas penafsiran agama meniscayakan adanya multi persepsi tentangnya. Saya (Allah) tergantung pada perspepsi hambaKu, kata Allah dalam salah satu Hadist Qudsinya. Paul F. Knitter mengatakan bahwa agama sebagai jalan adalah relatif. Masing-masing tafsir atas agama Tuhan itu pun juga relatif, sehingga adanyat truth claim dan salvation claim dan konflik agama bisa diminimalisir.

3. Setelah mempelajari perbandingan agama, penekun ilmu ini diharapkan dapat meyakini dan mempertahankan kebenaran agamanya. Seperti halnya seorang muslim yang lebih giat mempertahankan agamanya setelah mempelajari agama yang lain. Keimanan seorang muslim akan lebih kuat setelah mengetahui kelebihan Islam dibanding agama yang lainnya. Mereka akan lebih mengenal agama-agama lain yang tidak sepaham yang makna berkat pemahaman tersebut akan semakin menebalkan hiroh mereka dalam mempertahankan kebenaran agama.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Depag RI, Al Quran dan Terjemahnya, Toha Putra: Semarang, 1998 , hal 134.

[2]Ilim Abdul Halim dalam Hans Kung, Global Responsibility in Search of a New World Ethic, New York: Crossroad, Translated John Bowden, 1991: hlm, vii-xii.

[3]AH. Choiron, Perbandingan Agama: Kajian Agama-agama dalam Peerspektif Komparatif, STAIN Kudus Press: Kudus, 2009, hal. 5- 6.

[4]http://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/, diakses 19 Mei 2013.

[5] http://www.pauinsgd.ac.id/html/index.php?id=artikel&kode=12, diakses tanggal 19 Mei 2013.

[6]AH. Choiron, Perbandingan A.gama: Kajian Agama-agama dalam Peerspektif Komparatif, hal. 95-132.

Posting Komentar

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan sopan dan sesuai dengan topik pembahasan