la5cdBVcJFaCKClaZd870wvmwrwziXBkFqlQB4ZQ
Bookmark

KHILAFIYAH PARA ULAMA DALAM MENETAPKAN SUATU HUKUM

KHILAFIYAH PARA ULAMA DALAM MENETAPKAN SUATU HUKUM


Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas UAS

Matakuliah:Fiqh Ibadah

Dosen Pengampu : Mualimul Huda,M.Pd.I

KHILAFIYAH PARA ULAMA DALAM MENETAPKAN SUATU HUKUM

Di susun oleh :

1. MUH. NUR AFIF NIM : 1410120044


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

PROGRAM STUDI TARBIYAH JURUSAN PAI

TAHUN PELAJRAN 2015/2016


1.PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA UKURAN/TAKARAN DALAM ZAKAT FITRAH

a. Jumhur (mayoritas) ulama (mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali)

Jumhur ulama ini berpendapat bahwa zakat fitrah dikeluarkan dari biji-bijian dan buah-buahan yang menjadi makanan pokok seperti gandum dan kurma. Dalam konteks Indonesia yang menjadi makanan pokok adalah beras, maka zakat fitrah wajib dikeluarkan berupa beras. Dan menurut mereka tidak sah mengeluarkan zakat fitrah dengan hal lain yang senilai dengan harga makanan pokok tersebut, termasuk dengan uang. Ukuran zakat fitrah yang wajib dikeluarkan adalah 1 Sha’ dan menurut mayoritas ulama 1 Sha’ adalah sekitar 2,751 kg (+ 3,5 ltr).

Baca: Makalah masalah khilafiyah yang di perdebatkan ilmu kalam

b. Mazhab Hanafi

Madzhab hanafi berpendapat boleh (sah) mengeluarkan zakat fitrah dengan hal lain yang senilai dengan harga makanan pokok (qimah), termasuk dengan uang. Namun 1 Sha’ menurut mazhab ini adalah sekitar 3,8 kg (+ 5 ltr).[1]

2. PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG KEWAJIBAN ZAKAT MAL

a. Menurut Imam Abu Hanifah

Setiap yang tumbuh di bumi, kecuali kayu, bambu, rumput, dan tumbuh-tumbuhan yang tidak berbuah, wajib dizakati.

b. Menurut Imam Malik

Semua tumbuhan yang tahan lama dan dibudidayakan manusia wajib dizakati, kecuali buah-buahan yang berbiji seperti buah pear, delima, jambu dan lain-lain.

c. Menurut Imam Syafi’i

Setiap tumbuh-tumbuhan makanan yang menguatkan, tahan lama dan dibudidayakan manusia wajib dizakati.

d. Imam Ahmad bin Hambal

Biji-bijian, buah-buahan, rumput yang ditanam wajjib dizakati. Begitu juga tumbuhan lain yang mempunyai sifat sama dengan tamar, kurma, kismis, buah tin dan mengkudu, wajib dizakati.[2]

3. PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG NIAT PUASA

a. Pendapat jumhur 

Semua ulama sepakat bahwa niat merupakan syarat sah puasa

b. Menurut Imam Malik

Seseorang hendaklah berniat untuk melakukan puasa Ramadhan, dan tidak boleh hanya berniat puasa saja serta tidak boleh menentukan puasa selain daripada puasa Ramadhan.

c. Menurut Abu Hanifah

Jika seseorang berniat untuk melakukan puasa saja maka hal itu diperbolehkan.Begitu juga jika dia meniatkan di dalam bulan Ramadhan tersebut selain puasa Ramadhan maka diperbolehkan, dan puasa tersebut dianggap sebagai puasa Ramadhan. Kecuali jika orang tersebut dalam keadaan musafir. Maka sesungguhnya, jika seorang musafir meniatkan puasa di bulan Ramadhan selain puasa Ramadhan maka baginya adalah pahala apa yang diniatkannya karena sesungguhnya seorang musafir tidak diwajibkan berpuasa.

d. Menurut dua orang pengikut Abu Hanifah (Abu Yusuf dan Muhammad)

Tidak membedakan antara orang yang safar dan tidak. Keduanya mengatakan: Setiap puasa yang diniatkan di bulan Ramadhan, maka dianggap puasa Ramadhan.

4. PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG SYARAT HAJI

a. Menurut Mazhab Hanafi


1. Islam

Haji tidak wajib bagi orang kafir, hajinya tidak sah.
2. Akal

Akal tidak wajib bagi orang gila dan hajinya tidak sah.
3. Balig

Tidak wajib bagi bayi tetapi bila sudah mumayyiz (bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk) hajinya diterima. Namun demikian setelah dewasa yang bersangkutan belum bebas dari fardu haji.
4. Merdeka

Tidak wajib haji bagi budak.
5. Sehat jasmani.
6. Memiliki bekal dan sarana perjalanan.
7. Perjalanan aman.
Tambahan bagi wanita:
1. Harus didampingi suami atau mahramnya.
2. Tidak dalam keadaan iddah, baik karena cerai maupun kematian suami.

b. menurut Mazhab Maliki

1. Islam
Haji tidak wajib bagi orang kafir, hajinya tidak sah.
2. Akal

Tidak wajib bagi orang gila dan hajinya tidak sah.
3. Balig

Tidak wajib bagi bayi tetapi bila sudah mumayyiz (bisa membedakan antara yang baik dengan yang buruk) hajinya diterima. Namun demikian setelah dewasa yang bersangkutan belum bebas dari fardu haji.
4. Merdeka

Tidak wajib haji bagi budak.
5. Kemampuan

Tambahan bagi wanita:

1. Tidak disyaratkan adanya suami atau mahram tapi boleh melaksanakan haji bila ada teman yang dianggap aman, baik bagi wanita muda atau tua.

c. Menurut Mazhab Syafi'i


1. Islam, haji tidak wajib bagi orang kafir, hajinya tidak sah.
2. Merdeka, tidak wajib haji bagi budak.
3. Taklif (sudah mukallaf, yaitu berkewajiban melaksanakan syariat)
4. Kemampuan, dengan syarat sebagai berikut:
5. Ada perbekalan, makanan dan lain-lain untuk pergi dan pulang.
6. Ada kendaraan
7. Perbekalan yang dibawa harus kelebihan dari pembayaran hutang dan biaya keluarga yang ditinggalkan di rumah.
8. Dengan kendaraan yang sudah jelas bahwa tidak akan mengalami kesulitan.
9. Perjalanan aman.
-Tambahan untuk wanita:

1. Ada pendamping yang aman dengan seorang wanita muslimah yang merdeka dan tepercaya.

d. Menurut Mazhab Hambali

1. Islam, haji tidak wajib bagi orang kafir dan hajinya tidak sah.

2. Akal, tidak wajib bagi orang gila, hajinya tidak sah.

3. Balig, tidak wajib bagi bayi tetapi bila sudah mumayyiz (bisa membedakan yang baik dengan yang buruk) hajinya diterima. Namun demikian setelah dewasa yang bersangkutan belum bebas dari fardu haji.

4. Merdeka, tidak wajib haji bagi budak.

5. Kemampuan

-Tambahan bagi wanita:

1. Harus diikuti oleh mahramnya atau orang yang haram menikahinya selamanya.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Lih. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Damaskus: Dar al-Fikr, 1409 H/1989 M, j. 2, h. 909-911.

[2] KH. Sahal Mahfudz, Nuansa Fikih Sosial, op.cit., hlm.146.

Posting Komentar

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan sopan dan sesuai dengan topik pembahasan