HADITS TENTANG PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadits Ahkam
Dosen Pengampu: H. Moh. Dhofir M. Ag
Di susun oleh
1. PURNOMO : 1410120067
2. PUJI ASTUTIK : 1410120043
. 3.LINDA ANFIANA : 1410120059
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS TAHUN 2015
MAKALAH HADITS PERNIKAHAN
I. PENDAHULUAN
Pernikahan merupakan sunah nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat islam. Pernikahan adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling agung dalam memelihara keturunan dan memperkuat antar hubungan antar sesama manusia yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan cinta dan kasih saying. Bahkan Nabi pernah melarang sahabat yang berniat untuk meninggalkan nikah agar bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah,karena hidup membujang tidak disyariatkan dalam agama oleh karena itu,manusia disyariatkan untuk menikah.
Baca: Hukum kawin kontrak dan nikah siri menurut pandangan islam
Dibalik anjuran Nabi kepada umatnya untuk menikah, pastilah ada hikmah yang bisa diambil. Diantaranya yaitu agar bisa menghalangi mata dari melihat hal-hal yang tidak di ijinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari jatuh pada kerusakan seksual. Islam sangat memberikan perhatian terhadap pembentukan keluarga hingga tercapai sakinah, mawaddah, dan warahmah dalam pernikahan. Dalam makalah ini, pemakalah akan membahas hadis tentang anjuran kepada para pemuda yang telah mampu melakukan pernikahan.
II. HADITS DAN TERJEMAHAN TENTANG PERNIKAHAN
حَدَّثَنَا أَبُوبَكْرِبْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَأَبُوكُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُومُعَاوِيَةَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ عُمَارَةَ بْن عُمَيْر عَنْ عَبْدِالرَّحْمَن بْن يَزِيد عَن عَبْدِ اللَّهِ قَال رَسُولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم: يَامَعْشَرَالشَّبَاب مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِوَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَن لَم يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْم فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (أخرجه المسلم)
Baca: 11 Cara Membahagiakan Pasangan Menuju Rumah Tangga Sakinah Mawaddah Warahmah
Artinya: Abu Bakr bin Abi Syaibah da Abu kuraib meriwayatkan kepadaku mereka berkata Abu Mu’awiyah meriwayatkan dari al-A’masy dari Umarah bin Umair dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah dia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda kepada kita wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian telah sanggup menikah (ba’ah) maka menikahlah, sesungguhnya menikah dapat mencegah dari melihat sesuatu yang terlarang dan dapat membentengi farji (kemaluan), dan barangsiapa yang belum mampu (ba’ah/menikah) maka berpuasalah karena sesungguhnya puasa itu adalah penawar/penekan nafsu syahwat.
III. TAKHRIJUL HADITS
Hadits ini termasuk hadits yang paling sahih secara takhrij dan sanad. Secara takhrij, karena hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, sedangkan secara sanad karena hadits tersebut melewati jalur yang paling valid secara mutlak (Ashah Al Asanid), yaitu Sulaiman bin Mihran Al A'masy dari Ibrahim An-Nakha'i dari 'Alqamah bin Qais An-Nakha'i dari Abdullah bin Mas'ud. Silsilah sanad tersebut dinilai sebagai sanad terbaik, seperti silsilah sanad Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar.
IV. PEMBAHASAN.
حَدَّثَنَا أَبُوبَكْرِبْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَأَبُوكُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُومُعَاوِيَةَعَنِ الأَعْمَشِ عَنْ عُمَارَةَ بْن عُمَيْر عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَن بْن يَزِيد عَن عَبْدِ اللَّهِ قَال رَسُولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم: يَامَعْشَرَالشَّبَاب مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِوَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (أخرجه المسلم)
Artinya: Abu Bakr bin Abi Syaibah da Abu kuraib meriwayatkan kepadaku mereka berkata Abu Mu’awiyah meriwayatkan dari al-A’masy dari Umarah bin Umair dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah dia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda kepada kita wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian telah sanggup menikah (ba’ah) maka menikahlah, sesungguhnya menikah dapat mencegah dari melihat sesuatu yang terlarang dan dapat membentengi farji (kemaluan), dan barangsiapa yang belum mampu (ba’ah/menikah) maka berpuasalah karena sesungguhnya puasa itu adalah penawar/penekan nafsu syahwat.
A. ASBABUL FURUDL
Imam Bukhari dan Nasa'i meriwayatkan dari Al-A'masy, dia berkata: 'Ammarah dari Abdurrahman bin Yazid berkata: Aku bersama 'Alqamah pernah mendatangi Abdullah (Ibnu Mas'ud), lalu beliau (Ibnu Mas'ud) berkata: Dahulu kami adalah para pemuda yang tidak memiliki sesuatu apapun, lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Wahai segenap para muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, dst".
Baca: Asbabun nuzul juz 6 surah an-nisa' dan surah al-ma'idah
Para ulama menjawab dalil Zhahiriyah dengan sabda Rasul, "Barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa". Jika berpuasa disunnahkan, maka menikah pun demikian, karena puasa adalah sebagai ganti dari menikah.
B. PENJELASAN-PENJELASAN HADIS
- الشَّبَاب
Dalam kamus al-Munawwir dijelaskan bahwa kata الشَّبَابِ adalah bentuk jama’ dari kata الشاب yang mempunyai arti “pemuda”, kata الشَّبَابِ adalah ismun liljam’i yang mempunyai akar kata شبَّ يشِبُّ شباباً وشبيبةً , kata ini juga berlaku bagi perempuan seperti pendapatnya Ibnu al-A’raby:
وحكى ابن الأَعرابي رَجُل شَبٌّ وامرأَةٌ شَبَّةٌ يعني من الشَّبابِ
Baca: tafsir dan kandungan Q.S AL-IMRON AYAT 18
Dari pendapat diatas dan jika dikomparasikan dengan masa sekarang:
Pengertian Lafadz Syab
Syab berarti seseorang yang telah baligh karena jika seseorang belum baligh maka secara biologis dia masih belum membutuhkan pernikahan atau hubungan sex.
Syab bisa diartikan sebagai seorang remaja yang telah sampai pada masa kedewasaan yang tentunya telah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk (tamyiz).
Syab juga diartikan sebagai seseorang yang belum mencapai umur 32 tahun, karena umur 32 tahun ini adalah puncak dari sifat kedewasaan seseorang sehingga jika dia sudah mencapai atau lebih dari umur 30 tahun maka istilah yang digunakan adalah kahl (seseorang yang telah berumur 30 tahun sampai berumur 50 tahun)
- الْبَاءَةَ
Asal kata dari الْبَاءَةَ adalah باءَ يَبُوءُ بَوْءاً , yang mengindikasikan dua makna, yakni nikah dan tempat tinggal. Dalam kitab Lisanul Arab dijelaskan sebagai berikut:
أَرادبالباءةالنكاحَ والتَّزْويج ويقال فلان حَر يصٌعل ىالباءة أَي على النكاح ويقال الجِماعُ نَفْسُه باءةٌ والأصلُ في الباءةِ المَنْزِل ثم قيل لِعَقْدِ التزويج باءةٌ لأَنَّ مَنتزوَّج امرأَةًبَوَّأَهامنزلاً
Artinya: Yang dimaksud dengan الْبَاءَةَ adalah النكاحَوالتَّزْويج dan dikatakan seorang laki-laki sangat ambisius terhadap ba’ah yakni terhadap nikah, dikatakan pula bahwa jima’ juga terkandung dalam makna ba’ah. Makna dasar dari kata al-ba’ah adalah المَنْزِل (rumah atau tempat tinggal), kemudian dikatakan pula الْبَاءَةَ diartikan untuk akad pernikahan, karena seseorang yang menikahi perempuan maka dia menyediakan tempat bagi perempuan tersebut untuk ditempati.
- وِجَاءٌ
الوِجَاءٌ adalah kalimat isim yang dalam kamus al-Munawwir diartikan penawar/penekan nafsu syahwat, kata dasar dari kalimat ini adalah وَجَأَ- وَجْأً, dalam kamus Lisanul Arab dijelaskan sebagai berikut:
وجأ : الوَجْءُ اللَّكْزُ ووَجَأَه باليد والسِّكِّينِ
Wija’ artinya memukul atau memotong, memukul arau memotong dengan tangan atau dengan pisau.
C. MACAM-MACAM HUKUM NIKAH
Hukum menikah bagi setiap orang berbeda-beda sesuai kondisinya dengan perincian sebagai berikut :
1. Wajib
Bagi yang khawatir terjerumus ke dalam perbuatan dosa, sementara ia mampu menikah.
2. Haram
Bagi yang belum mampu berjima' dan membahayakan kondisi pasangannya jika menikah.
3. Makruh
Bagi yang belum membutuhkannya dan khawatir jika menikah justru menjadikan kewajibannya terbengkalai.
4. Sunnah
Bagi yang memenuhi kriteria dalam hadits di atas sedangkan ia masih mampu menjaga kesucian dirinya.
5. Mubah
Bagi yang tidak memiliki pendorong maupun penghalang apapun untuk menikah.
V. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa bagi Pemuda yang telah mempunyai kemampuan biaya untuk menikah dan memberi nafkah kepada keluarga maka dianjurkan segera menikah untuk menjaga diri agar selamat dari kemaksiatan mata dan kemaksiatan seksual, Dan bagi pemuda yang belum memiliki biaya disarankan untuk berpuasa karena dengan berpuasa akan dapat selamat dari perbuatan 2 maksiat tersebut.
Merujuk pada hadis di atas bahwa berdasarkan perbedaan SEBAB dilakukannya pernikahan maka hokum pernikahan akan bisa menjadi wajib, sunnah, mubah, haram dan makruh tergantung sebabnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari Juz 5,(Beirut,Libanon: Daarul Kutub al-‘Ilmiah, 1992)
Shihabuddin Abu Abbas Ahmad bin Muhammad Syafi’i al-Qasthalani, Irsyadus-Sari,(Beirut, Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 1996),
an-Nawawi, Muhyidin. Shahih Muslim ‘Ala Syarhin Nawawi.Beirut, Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah 1995.
Al-Bajuri syarhu fathul qarib, karya Imam Abi Qasim
Muhammad Warson Al-Munawwar, Kamus al-Munawwir, Yogyakarta: 1998
Posting Komentar