la5cdBVcJFaCKClaZd870wvmwrwziXBkFqlQB4ZQ
Bookmark

Makalah Pengertian Dan Sejarah Perkembangan Ilmu Qashashil Qur'an (Ulumul Qur'an)

ILMU QASHASHIL QUR’AN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Semester II

Mata Kuliah : Ulumul Qur’an

DosenPengampu : Zulham Qudsi Farizal Alam, M.A.

Makalah Pengertian Dan Sejarah Perkembangan Ilmu Qashashil Qur'an (Ulumul Qur'an)

Kelompok 13 :

1. Purnomo (1410120067)

2. Muhammad AlfunNuha (1410120073)



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2015



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan mu’jizat Nabi Muhammad SAW yang terbesar. Al-Qur’an juga merupakan kitab suci agama Islam dan merupakan petunjuk serta pedoman hidup manusia. Semua hal telah ada dalam al-Qur’an.

Baca: Keajaiban Al Quran sebagai sumber ilmu pengatahuan yang sudah terbukti secara ilmiah

Dalam al-Qur’an banyak dijelaskan berbagai kisah, yaitu seperti kisah-kisah masa lampau, seperti kisah para Nabi beserta umat-umatnya dan juga kisah-kisah masa kini, maupun masa yang akan datang. Kisah dalam al-Qur’an bukan hanya digunakan sekedar sebagai pencerita saja, tetapi di balik itu semua ada hikmah yang bisa kita ambil dan kita renungi, dan bisa juga kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Aturan-aturan, hukum dan kisah-kisah tersebut serta semuanya terdapat dalam al-Qur’an. kita tidak perlu meragukan al-Qur’an, karena sudah pasti bahwa al-Qur’an adalah petunjuk dan kitab yang paling sempurna.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada penulisan makalah ini adalah :

1. Apa Pengertian Ilmu Qashashil Qur’an?

2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ilmu Qashashil Qur’an?

3. Apa saja macam-macam dari Qashashil Qur’an?

4. Bagaimana pengulangan kisah dalam Al-Qur’an?

5. Apa Fungsi Ilmu Qashashil Qur’an?

6. Bagaimana Pandangan Ulama’ Tentang Qashashil Qur’an?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qashahil Qur’an

Menurut bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita, berita, atau keadaan. Sedangkan menurut istilah Qashashil Qur’an ialah kisah-kisah dalam al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.[1]

Qashash adalah mashdar dari qashsha yang berarti mencari bekasan atau mengikuti bekasan (jejak). Qashash bermakna: urusan, berita, kabar dan keadaan. Qashash juga berarti berita-berita yang berurutan.

Qashashil Qur’an ialah kabar-kabar al-Qur’an tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri serta menerangkan bekasan-bekasan dari kaum-kaum purba itu.[2]

Baca: OBYEK PENDIDIKAN ISLAM DALAM QS. AS-SYU’ARA AYAT 214

Qasas al-Qur’an adalah pemberitaan Qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat.Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.[3]

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Qashashil Qur’an

Kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an tentu saja tidak dapat dianggap semata-mata sebagai dongeng, apalagi Al-Qur’an adalah kitab suci yang berbeda dengan bacaan lainnya. Memang sering timbul perdebatan, apakah kisah-kisah tersebut benar-benar memiliki landasan historis atau sebaliknya?, sebagai kisah yang historis, sejauh manakah posisi Al-Qur’an dalam memandang sejarah sebagai suatu realitas?

Sebagai kitab suci, Al-Qur’an bukanlah kitab sejarah, sehingga tidak adil jika Al-Qur’an dianggap mandul hanya karena kisah-kisah yang ada didalamnya tidak dipaparkan secara gamblang.

Melalui studi yang mendalam, diantaranya kisahnya dapat ditelusuri akar sejarahnya, misalnya situs-situs sejarah bangsa Iran yang diidentifikasikan sebagai bangsa ‘Ad dalam kisah Al-Qur’an, Al-Mu’tafikat yang diidentifikasikan sebagai kota-kota Palin, penemuan tentang adanya kemungkinan laut bisa terbelah sebagaimana terjadi pada zaman musa, dan baru-baru ini ditemukan kerangka perahu yang disinyalir adalah perahu nabi Nuh.

Kemudian berdasarkan penemuan-penemuan modern, mummi Ramses II di sinyalir sebagai Fir’aun yang dikisahkan dalam Al-Qur’an.Disamping itu memang terdapat kisah-kisah yang tampaknya sulit untuk dideteksi dari sisi historisnya, misalnya peristiwa Isra’ Mi’raj dan kisah Ratu Saba.Karena itu sering di sinyalir bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur’an itu ada yang historis ada juga yang a-historis.

Baca: tafsir dan kandungan Q.S AL-IMRON AYAT 18

Meskipun demikian, pengetahuan sejarah adalah sangat kabur dan penemuan-penemuan arkeologi sangat sedikit untuk dijadikan bahan penyelidikan menurut kacamata pengetahuan modern, misalnya mengenai raja-raja Israil yang dinyatakan dalam Al-Qur’an.

Mohammad Ghozali Al Quran adalah kitab dakwah dan sejarahnya, dengan adanya pemaparan sejarah manusia-manusia zaman dahulu menjadi lebih jelaslah dakwah Al Quran.[4] Pesan yang disertai dengan bukti sejarah akan lebih menancap ke dalam hati dan akal manusia. Lengkap sudah keindahan dan keagungan Al Quran, memiliki gaya bahasa dan kata-kata indah sekaligus menyuguhkan sejarah hidup tepat dihadapan pembaca.

C. Macam-macam Qashashil Al-Qur’an

Kisah-kisah di dalam Al-Qur’an itu bermacam-macam, ada yang menceritakan para Nabi dan umat-umat dahulu dan ada yang mengisahkan berbagai macam peristiwa dan keadaan, dari masa lampau, masa kini, ataupun masa yang akan datang.

a. Ditinjau dari Segi Waktu

Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam Al-Qur’an, maka qashashil Al-Qur’an itu ada tiga macam, sebagai berikut:

a) Kisah hal-hal ghaib pada masa lalu (al-qashashul ghuyub al-madhiyah)

Yaitu kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indera yang terjadi di masa lampau.

Contohnya: seperi kisah Nabi Nuh, Nabi Musa, dan kisah Maryam.

b) Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al-qashshul ghuyub al-hadhirah)

Yaitu kisah yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan yang menyingkap rahasia orang-orang munafik.

Contohnya seperti kisah yang menerangkan tentang Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya, pada malaikat, jin, setan dan siksaan neraka, kenikmatan surga, dan sebagainya.

c) Kisah-kisah ghaib pada masa yang akan datang (alqashashul ghuyub al-mustaqbilah)

Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya Al-Qur’an, kemudian peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Karena itu, pada masa sekarang ini, berarti peristiwa yang dikisahkan itu telah terjadi.

Contohnya seperti kemenanagan bangsa Romawi atas Persia, yang diterangkan surah Ar-Rum:1-4.[5]

b. Ditinjau dari Segi Materi

Ditinjau dari segi materi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam Al-Qur’an, maka qashashil Al-Qur’an itu ada tiga macam, sebagai berikut:

a) Pertama, kisah para Nabi terdahulu.

Kisah ini mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembanagan serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun dan Isa.

b) Kedua, kisah-kisah yang menyangkut pribadi-pribadi dan golongan-golongan

Dengan segala kejadian yang dinukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran. seperti kisah Maryam, Dzulqarnain, Qarun, dan Ashabul kahfi.

c) Ketiga, kisah-kisah menyangkut peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah SAW. 

Seperi perang Badar, perang Uhud, perang Ahzab, Bani Quraizah, Bani Nadzir, dan Zaid bin Haritsah, Ahza Quraisyah, Bani Nadzir dan Zaid bin Haristsah dengan Abu Lahab.[6]

D. Pengulangan Kisah Dalam Al-Qur’an

Berbeda dengan kisah-kisah pada umumnya, dalam Al-Qur'an suatu kisah sering diulang-ulang dalam penyebutannya. Meski demikkn, pengulangan ini tidak memiliki implikasi pada suasana jenuh dan bosan, namun justru memiliki hikmah tersendiri bagi para pembaca untuk menguatkan keyakinan (aqidah) dan menambah sudut pandang yang lain dari kisah yang sama. Pengulangan kisah yang justru tidak membuat rasa bosan bagi pembaca atau pendengar inilah yang membedakan kisah Al-Qur'an dengan kisah-kisah pada umumnya.

Baca: METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM QS. IBRAHIM AYAT 24-25

Pengulangan ini bisa dijadikan suatu model pembelajaran bagi kalangan pemula, karena jika hanya sekali informasi saja mereka belum bisa dijamin faham. Seperti halnya dalam suatu pembelanjaran seorang guru sangat dituntut untuk selalu mengadakan pengulangan atas materi yang telah diajarkan pada anak didiknya, sehingga akan membuat semakin mantap penerimaan suatu pelajarannya.[7]

E. Fungsi Ilmu Qashashil Qur’an

Sebagaimana diuraikan diatas bahwa Al Quran terdapat banyak kisah para nabi, rasul dan umat-umat terdahulu.Yang dimaksud dengan kisah-kisah tersebut adalah pengajaran-pengajaran dan petunjuk-petunjuk yang berguna bagi para penyuruh kebenran dan bagi orang-orang yang diseru kepada kebenaran.Oleh sebab itu, Al Quran tidak menguraikan kisahnya seperti kitab sejarah, tetapi memberi petunjuk.Petunjuk itu bukan dalam mengetahui hari kelahiran rasul dan keturunannya serta kejadian-kejadiannya. Tetapi petunjuk itu di dapati dalam cara rasul mengembangkan kebenaran dan dalam kebenaran dan penderitaan-penderitaan yang dialami para rasul itu pula.[8]

Secara rinci faedah fungsi kisah-kisah dalam Al Quran adalah:

1. Asas-asas dakwah dan syari'at

Pertama menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi (Al Anbiya :95).

2. Meneguhkan hati dan memperkuat keyakinan

Kedua, meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya serta memperkuat keyakinan-keyakinan kaum mukminin terhadap kemenangan yang benar dan kehancuran yang batil (Hud : 120).

3. Kemukjizatan Al-Qur'an dan Rasul

Ketiga, untuk memperlihatkan kemukjizatan Al Quran dan kebenaran Rasul di dalam dakwah dan pemberitaannya menganai umat-umat yang dahulu (Al Fath :27).

4. Kebenaran para Nabi

Keempat, membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya (Yusuf : 111).

5. Sastra

Kelima, kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan menetapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa (Yusuf :111).

6. Koreksi terhadap ahli kitab

Keenam, mengoreksi pendapat ahli Kitab yang suka menyembunyikan keterangan dan petunjuk-petunjuk kitab sucinya dan membantahnya dengan argumentasi-argumentasi yang terdapat dalam kitab sucinya sebelum diubah dan diganti oleh mereka seindiri (Ali Imran : 193).

7. Pendidikan akhlakul karimah

Ketujuh, menawarkan pendidikan akhlakul karimah dan mempraktekkannya, karena keterangan kisah yang baik itu dapat meresap dalam hati nurani dengan mudah dan baik, serta mendidik untuk meneladani yang baik dan menghindari yang jelek.

8.Ajakan untuk berfikir 

Kedelapan, mengajak kita untuk memperhatikan, merenungkan dan mengambil pelajaran/menggiring kita berfikir (Yusuf : 111).

Kisah-kisah dalam Al Quran sebenarnya banyak yang diungkap secara berulang-ulang di beberapa tempat.Hanya saja pengulangan kisah-kisah itu dalam bentuk kalimat yang berbeda, kadang secara singkat, sedang atau panjang- lebar.Pengulangan tersebut mempunyai faedah atau hikmah yaitu pertama, menjelaskan ketinggian kutu sastra balaqhah Al Quran.Kedua, menunjukkan ketinggian mukjizat Al Quran, sebab mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai susunan kalimat dimana salah satu bentukpun tidak dapat ditandatangani sastrawan Arab.Ketiga, memberikan perhatian kepada pentingnya kisah Al Quran, sehingga perlu disebutkan dengan berulang-ulang agar dapat meresap dalam jiwa.Keempat, menunjukkan perbedaan tujuan ketika kisah itu diungkapkan dalam tempat yang berbeda.[9]

F. Pandangan Ulama’ Tentang Qashashil Qur’an

Ada beberapa orientalis yang berpendapat bahwa kisah-kisah masa lampau yang dikemukakan Alquran diketahui Nabi Muhammad saw dari seorang pendeta atau beliau jiplak dari kitab Perjanjian Lama. Pendapat ini jelas tidak benar dari banyak segi.

Pertama, Nabi Muhammad saw tidak pernah belajar pada siapapun. Memang pada masa kanak-kanak beliau pernah ikut berdagang pamanya ke Syam dan bertemu dengan rahib yang bernama Buhaira yang meminta pamannya agar member perhatian serius pada nabi karena dia melihat tanda-tanda kenabian pada beliau.Namun pertemuan ini pun hanya terjadi beberapa saat.Di sini kita bertanya, “kalau remaja kecil (Muhammad saw) belajar pada rahib itu, apakah logis dalam pertemuan singkat itu beliau memperoleh banyak informasi yang mendetail, bahkan sangat akurat?” tentu saja tidak.

Ada juga seorang orientalis yang bernama Montgomery Watt yang berkata bahwa Nabi Muhammad saw belajar pada Waraqah bin Naufal. Menurutnya, Khadijah merupakan anak paman Waraqah bin Naufal, sedangkan ia merupakan agamawan yang akhirnya menganut agama Kristen. Tidak dapat disangkal Khadijah berada di bawah pengaruhnya dan boleh jadi Muhammad telah menimba sesuatu dari semangat dan pendapat-pendapatnya.

Kita mengakui kalau Waraqah beragama Kristen, tapi bahwa Muhammad dating belajar kepadanya adalah sesuatu yang tidak dapat diterima.Hal ini karena menurut sebagai riwayat kedatangan beliau menemui Waraqah adalah setelah beliau menerima wahyu dan bukan sebelumnya. Di sisi lain, Waraqah berpendapat bahwa yang datang pada Nabi Muhammad saw di gua Hira itu adalah malaikat yang pernah datang pada Nabi Musa dan Isa a.s., dan beliau menyatakan bahwa seandainya hidup saat Muhammad dimusuhi kaumnya, niscaya dia akan membelanya. Jika demikian logiskah jika Nabi Muhammad saw belajar kepadanya setelah Waraqah mengakui kenabiannya.

Tidaklah tepat jika dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw mempelajari Kitab Perjanjian Lama karena disamping beliau tidak dapat membaca dan menulis, juga karena terdapat sekian banyak informasi yang dikemukakan Alquran yang tidak termaktub dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, missal kisah Ashab Al-Kahfi. Kalaupun ada yang sama, seperti beberapa kisah nabi-nabi, namun dalam rincian atau rumusan terdapat perbedaaan-perbedaan.

Bahwa terjadi persamaan dalam garis besar bukan lalu merupakan bukti penjiplakan. Apakah jika seseorang pada puluhan tahun yang lalu melukis candi Borobudur, kemudian kini datang pula pelukis lain yang melukisnya dan ternyata lukisan itu sama atau mirip dengan yang sebelumnya.

Nabi Muhammad saw sejak dini telah mengakui bahwa beliau adalah pelanjut dari risalah para nabi. Beliau mengibaratkan diri beliau dengan para nabi sebelumnya bagaikan seorang yang membangun rumah, maka dibangunnya dengan sangat baik dan indah, kecuali satu bata di pojok rumah itu.Orang-orang berkeliling di rumah tersebut dan mengaguminya sambil berkata, “Seandainya diletakkan bata di pojok rumah ini, maka Akulah (pembawa) bata itu dan Akulah penutup para nabi.” Demikian sabda Beliau yang diriwayatkan oleh Bukhari melalui Jabir bin Abdillah.[10]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian makalah di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan diantaranya:

1. Al Quran merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang tidak dapat diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang.

2. Sebagian isi kandungan dalam Al quran mayoritas memuat tentang Qashash (sejarah) umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang (umat Islam).

3. Qashashil quran dapat dipahami sebagai kabar-kabar dalam Al Quran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.

4. Tujuan kisah Al Quran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang lebih baik dan benar.

5. Kisah dalam Al Quran dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: kisah dakwah para nabi, kejadian umat terdahulu dan kejadian di zaman Rasulullah Muhammad saw.

6. Inti dari fungsi kisah dalam Al Quran adalah untuk dakwah menegakkan kalimat tauhid, membantah kebohongan kaum kafir serta menjadikannya sebagai pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.

7. Beberapa kaum orientalis ada yang meragukan keaslian kisah-kisah dalam Al Quran. Namun anggapan mereka terbantahkan dengan bukti-bukti yang telah dipaparkan di atas. Juga terdapat kesesuaian antara kisah dalam al Quran dan bukti sejarah.

8. Al quran tidak hanya mempunyai sisi artistik ketika menyuguhkan cerita sehingga membuat pembaca semakin tertarik, bahkan memberikan kenyataan sehingga pesan-pesannya benar-benar tertanam dalam hati dan akal pembaca.


DAFTAR PUSTAKA


· Syadali Ahmad dan Ahmad Rofi’I.1997.Ulumul Qur’an II. Bandung: CV. Mustaka Setia.Hlm. 27

· Ash Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi.2002. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.

· Al-Qattan Manna Khalil.2007. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa.

· Al GhozaliMuhammad, Nadhorot fi Al Quran, (Kairo: Nahdlotu misr, 2005), 95

· Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, hlm. 27-30

· Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Hlm. 191-192

· Chirzin, Muhammad. 2003. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Dana Bakti Prima Yasa

· M. Hasbi Ash Shidieqy.1992.Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Quran/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta,

· Setiawan Budi Utomo, Lc., MBA, MSc., Kisah-kisah Al Quran : Pelajaran dari orang-orang Dahulu, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hal, 31)

· Dirangkum dari M. Quraish Shihab. Mukjizat Al-Quran. (Bandung: Mizan, 1998).Hlm. 206-212


1. Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, Bandung: CV. Mustaka Setia, 1997, Hlm. 27

2. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,2002, Hlm. 197

3. Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2007, Hlm. 436

4. Muhammad Al Ghozali, Nadhorot fi Al Quran, (Kairo: Nahdlotu misr, 2005), 95

5. Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, hlm. 27-30

6. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Hlm. 191-192

7. Chirzin, Muhammad. 2003. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Dana Bakti Prima Yasa

8. M. Hasbi Ash Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Quran/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1992, hal.146

9. Setiawan Budi Utomo, Lc., MBA, MSc., Kisah-kisah Al Quran : Pelajaran dari orang-orang Dahulu, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hal, 31)

10. Dirangkum dari M. Quraish Shihab. Mukjizat Al-Quran. (Bandung: Mizan, 1998). Hlm. 206-212

Posting Komentar

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan sopan dan sesuai dengan topik pembahasan