la5cdBVcJFaCKClaZd870wvmwrwziXBkFqlQB4ZQ
Bookmark

Tangisan Sahabat Nabi Pada Pembunuh Yang Akan Di Hukum Mati

kisah mengharukan, tangisan sahabat nabi pada pembunuh yang akan di hukum mati

apa sebenarnya kelebihan dan kehebatan pembunuh yang akan menerima hukuman mati ini, sampai para sahabat nabi yang mulia?, termasuk juga amirul mu'minin Uman bin khattab sampai menangisi pembunuh yang akan di hukum mati ini.

Kisah tangisan Sahabat Nabi

pada Suatu hari, ketika sang amirul mu'minin Umar bin khattab sedang duduk di bawah rindangnya pohon kurma yang tumbuh di dekat Masjid Nabawi, dan i sekelilingnya juga ada para sahabat sedang ngobrol dan mendiskusikan sesuatu.

sesaat kemudian tiba-tiba datanglah tiga orang pemuda, yang datang dengan keadaan Dua orang pemuda sedang memegangi seorang pemuda yang terlihat begitu  lusuh yang diapit oleh mereka, Ketiga pemuda itu datang untuk menemui sang amirul mu'minin, kemudian kedua pemuda yang ternyata adalah seorang kakak dan adik itu berkata pada amirul mu'minin "Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!".
"Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini !".

Umar yang sedang duduk-duduk pun segera bangkit dan berkata pada pemuda yang di anggap telah membunuh ayah ke dua pemuda itu. "Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau yang telah membunuh ayah mereka, wahai anak muda?", Pemuda itupun menjawab dengan menunduk penuh sesal dan berkata "Benar, wahai Amirul Mukminin."
"kalau begitu Ceritakanlah kepada kami semua kejadiannya.", tukas Umar pada pemuda lusuh ltu.

Kesaksian pembunuh yang akan di hukum mati

Pemuda lusuh pun memulai menceritakan apa sebenarnya peristiwa yang membuatnya menjadi seorang pembunuh. "Aku adalah utusan yang datang dari pedalaman yang sangat jauh, kaumku memberikan kepercayaan padaku untuk suatu urusan muammalah yang harus kuselesaikan di kota ini. Sesampainya aku di kota ini, aku mencari tempat untuk mengikat untaku, akhirnya aku ikat untaku pada sebuah pohon kurma kemudian kutinggalkan untaku disitu, namun Begitu kembali, aku terkejut melihat ada seorang lelaki tua yang sedang menyembelih untaku, rupanya tadi untaku terlepas dan merusak kebun lelaki tua itu. Sungguh, aku merasa sangat marah saat itu, kemudian segera ku cabut pedangku dan kubunuh lelaki tua tadi, yang merupakan ayah dari kedua pemuda ini."

"Wahai sang Amirul Mukminin, sekarang kau telah mendengar ceritanya dan kami juga bisa mendatangkan saksi untuk itu.", sambung salah satu pemuda yang ayahnya telah terbunuh.
"Tegakkanlah had Allah atasnya wahai amirul mu'minin!" timpal pemuda yang satunya.
Umar sesaat tertegun dan bimbang mendengar apa yang di ceritakan si pemuda lusuh.

"Sungguhnya yang sedang kalian tuntut ini adalah pemuda shalih dan baik budinya. Dia membunuh ayah kalian berdua karena khilaf dan kemarahan sesaat", ujar umar.
"Izinkan aku untuk meminta pada kalian berdua untuk memaafkannya dan nantinya akulah yang akan membayar diyat (tebusan) atas kematian ayahmu", lanjut Umar.

"Maaf Amirul Mukminin!!," sergah kedua pemuda yang masih dengan mata yang menyala-nyala.
"Kami berdua sangat menyayangi ayah kami, kami berdua tidak akan ridha jika nyawa ayah kami belum dibalas dengan nyawa juga".

Umar semakin merasa sangat bimbang, karena sebenarnya di hatinya telah tumbuh rasa simpati pada pemuda lusuh yang dinilainya adalah pemuda yang shalih, amanah, jujur, dan sangat bertanggung jawab.

Salman Al-farisi menjadi penjamin pembunuh yang akan di hukum mati

disela-sela kebimbangan umar, tiba-tiba si pemuda lusuh berkata :
"Wahai Amirul Mukminin.. Jangan ragu, tegakkanlah hukum Allah!! Dan lakukanlah qishas atasku. Aku ridha dengan semua ketentuan Allah", ujarnya pemuda lusuh dengan tegas.
"Namun, sebelum aku di qishas, izinkan aku untuk menyelesaikan urusan kaumku yang telah dipercayakan padaku terlebih dulu, Berilah aku keringanan berupa tangguh waktu 3 hari. Aku berjanji akan kembali lagi kesini untuk diqishas".

"Mana bisa begitu!!", ujar kedua pemuda yang ayahnya terbunuh, dengan nada tak terima dengan apa yang di kehendaki pemuda lusuh itu.
"anak muda, tak punyakah kau kerabat untuk mengurus urusan yang telah di percayakan padamu?", tanya Umar pada pemuda lusuh."Sayangnya tidak ada, wahai Amirul Mukminin". Jawabnya.

"ya amirul mu'minin, Bagaimana pendapatmu jika aku mati membawa hutang berupa pertanggung jawaban pada kaumku?", pemuda lusuh itu kemudian balik bertanya kepada Umar.

"Baik, sekarang aku akan memberimu waktu tiga hari. Tetapi harus ada orang yang mau menjaminmu, agar kamu kembali untuk menepati janji." kata Umar tegas.
"bagaimana mungkin, Aku tidak memiliki seorang kerabatpun di sini. Hanya Allah, hanya Allah-lah yang bisa menjadi penjaminku wahai orang-orang beriman", eluhnya pada umar.

Tiba-tiba dari belakang kerumunan para sahabat yang berkumpul terdengar suara lantang. "Jadikanlah aku sebagai penjaminnya, wahai Amirul Mukminin!!".
Ternyata itu adalah Salman al-Farisi.
"Salman!!" hardik Umar."Kau bahkan belum mengenal pemuda ini, Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini!!".

"wahai amirul mu'minin, Perkenalanku dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya. Dan aku juga mempercayainya sebagaimana engkau percaya padanya", jawab Salman tenang. Akhirnya dengan sangat berat hati, Umar pun mengizinkan Salman yang akan menjadi penjamin si pemuda lusuh itu. Pemuda itu pun segera pergi mengurus urusannya.

Hari pertama berlalu tanpa adanya tanda-tanda bahwa pemuda lusuh itu akan kembali, Begitu juga dengan hari ke dua. Orang-orang kini mulai bertanya-tanya apakah si pemuda lusuh itu akan kembali?. Karena bisa saja dia menghilang ke tempat yang jauh untuk melarikan diri, hari ketiga pun telah tiba, Orang-orang pun mulai ragu, bahwa pemuda itu akan kembali dan yang paling mereka khawatirkan adala nasib Salman, salah satu sahabat Rasulullah yang paling utama.

malam pun hampir tiba, atahari mulai tenggelam, menandakan berakhir hari dan saatnya untuk pengeksekusian. orang-orang berkumpul dengan rasa cemas yang amat sangat, karena menunggu kedatangan si pemuda lusuh. 

Umar hanya bisa mondar-mandir menunjukkan bahwa saat ini sedang merasa sangat amat gelisah dan Kedua pemuda yang menjadi penggugat sebelumnya pun sangat kecewa karena ke ingkaran janji si pemuda lusuh itu.

waktu pengqishosan pun tiba, Salman dengan wajah tenang dan penuh ketawakalan mulai berjalan menuju tempat eksekusi. Semua yang menyaksikan peristiwa ini pun mulai terisak, karena tak kuasa menyaksikan orang yang sangat hebat seperti Salman akan menjadi korban.

Pembunuh yang akan di hukum mati kembali untuk di eksekusi

sejurus kemudian tiba-tiba di kejauhan terliat seorang sedang berlari terseok-seok, jatuh, bangkit, jatuh lagi, lalu bangkit kembali.
”Itu dia!!” teriak Umar.
“Pemuda itu datang menepati janjinya!”.

Dengan tubuh bersimbah keringat, nafas tersengal-sengal, si pemuda itu limbung di pangkuan Umar.
”Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku, wahai Amirul Mukminin..”  sangat susah sekali suara keluar dari mulut pemuda itu.
“Tak kukira... urusan kaumku... ternyata.. menyita... banyak... waktu...”.
”telah Kupacu... tungganganku... tanpa henti-hentinya, hingga... Tungganganku sekarat di gurun... jadi terpaksa... dia kutinggalkan... lalu aku berlari dari dari gurun kesini..”
”Demi Allah”, ujar Umar menenangkannya dan memberinya minum, “Wahai anak muda, kenapa kau ber susah payah kembali? Padahal muah saja kau kabur dan menghilang?” tanya Umar terharu.
”Aku kembali agar nantinya jangan sampai ada yang mengatakan... Bahwa di kalangan Muslimin... tak ada lagi seorang ksatria... yang mampu menepati janji...” jawab si pemuda lusuh itu mantap sambil tersenyum.

Mata umar yang terkenal dengan keberaniannya pun mulai berkaca-kaca, menahan haru, “Lalu kau, Salman, mengapa mau- maunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?" tanya umar. "Agar jangan sampai ada yang mengatakan, bahwa dikalangan Muslimin tidak ada lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya”. Jawab salman dengan yaqin.

Hadirin dan sahabat yang menyaksikan peristiwa ini pun mulai banyak yang menangis tak kuasa menahan haru melihat orang-orang yang begitu mulia dihadapan mereka.

”Allahu Akbar!”, terdengar teriakan takbir dari kedua pemuda penggugat.
“Saksikanlah wahai kaum Muslimin yang hadir disini, bahwa sekarang kami telah memaafkan saudara kami itu”.

Semua orang yang hadir dan menyaksikan peristiwa ini pun merasa sangat terkejut.
“Apa maksud kalian? Mengapa kalian..?” Umar semakin merasa haru.
Kemudian dua pemuda mulia ini pun menjawab dengan rasa ikhlas ”Agar nantinya jangan sampai ada yang mengatakan, bahwa di kalangan kaum Muslimin tidak ada lagi orang yang bersedia memberikan maaf dan sayang kepada saudaranya”.

”Allahu Akbar!” teriak takbir hadirin yang menyaksikan peristiwa yang penuh pengajaran dan menguras air mata ini. Pecahlah tangis bahagia, haru dan sukacita semua orang yang menyaksikan.

pantasnya beginilah sikap kita sebagai seorang muslim pada sesama muslim lainnya, bukan malah saling menebar kebencian dan saling meng kafir-kafirkan sesama muslim.
Posting Komentar

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan sopan dan sesuai dengan topik pembahasan