Sejarah dan peninggalan bersejarah di jepara
Sejarah Dan Peninggalan Bersejarah Di Jepara
Makalah ini disusun untuk memenuhi
Ujian Akhir Semester
Matakuliah Metodologi Studi Islam
DosenPengampu :
Manijo M. Ag
Manijo M. Ag
Di susunoleh :
1.
PURNOMO NIM :
1410120067
PROGRAM STUDI TARBIYAH JURUSAN PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2014/2015
Sejarah Dan Peninggalan Bersejarah Di Jepara
Kerajaan Kalinyamat merupakan sebuah kerajaan yang
terdapat di Jepara, Dahulunya Kalinyamat dan Jepara merupakan sebuah Kadipaten bawahan dari Kerajaan Demak, tetapi karena ketika Kerajaan Demak di pimpin Sunan Prawoto dan Arya Penangsang membunuh Sultan Hadlirin, Maka Wilayah Kalinyamat dan Jepara mendirikan Kerajaan sendiri dengan wilayah kekuasaan Kerajaan Kalinyamat
meliputi Jepara, Kudus, Pati, Juwana,Rembang, Mataram. Sedangkan Tanah Pati dan Hutan Mentaok (Mataram) di buat sayembara untuk siapa saja yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Tembok bentengnya membentang di beberapa desa, meliputi
Purwogondo, Margoyoso, Kriyan, Bakalan, Robayan dan
pusat Kraton / Siti Inggil di Kriyan.
Yang menarik dari kota jepara adalah,
bahwa jepara merupakan pintu awal masuknya orang-orang asing ke jawa, dan salah
satunya adalah Sultan Hadlirin (Pangeran kalinyamat) Pangeran Kalinyamat
berasal dari luar Jawa.
Terdapat
berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya
adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut, Ia terdampar di pantai Jepara, dan
kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang
berasal dari Aceh, Nama aslinya adalah
Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Kesultanan
Aceh (1514-1528).
Toyib
berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio
Gwan, Nama Win-tang
adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru
Toyib.
Win-tang
dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa.
Dan akhirnya Sultan Trenggono memberikan
tanah dan biaya untuk mendirikan Keraton Islam di Mantingan kepada Sunan
Hadlirin dan para Wali Songo, Sunan
Hadlirin juga ditunjuk Sebagai Sultanya, Dan diberi gelar “Sultan Hadlirin”.
Persaingan
penyebaran Agama sangat ketat antara Wali Songo yang berpadepokan di Kasultanan
Mantingan denganTauhid Hakikat yang bermarkas di Keraton Kalinyamat,
Selama
tiga tahun para Wali mendirikan Keraton.
Di
depan keraton ada pagar yang dihuni 10 ekor Kerbau, Dikandang kerbau juga
terdapat genangan air yang disebut Belik yang tidak pernah kering, Sehingga pada masa itu, Keraton
Mantingan disebut Keraton Kandang Kerbau.
Kanjeng Ratu
Kalinyamat pun penasaran dengan Sultan
Hadlirin yang
diberi kekuasaan baru oleh ayahnya,
Kanjeng Ratu Kalinyamat sering berpura-pura menyerang Kesultanan Mantingan
dengan alasan urusan perbedaan agama, agar bisa bertemu dengan RadenToyib, Setelah bertemu, Kanjeng Ratu
Kalinyamat dan Sultan Hadlirin akhirnya
sama-sama jatuh hati, dan akhinya beliau berdua menikah, Setelah Sunan Hadirin menikah dengan Retna
Kencana atau yang berjuluk Ratu Kalinyamat maka Kesultanan Mantingan dan
Kerajaan Kalinyamat melebur menjadi Kesultanan Kalinyamat dan pusat
pemerintahan dipindahkan ke Keraton Astana Mantingan. Abdul Jalil, Kerabat
Kanjeng Sunan Hadlirin, dijadikan Telik sandi Keraton Jepara bagian utara.
Telik sandi bagian selatan dipercayakan pada seorang permpuan bernama Sanjang
yang saat ini Makamnya di desaPetekeyan, Tahunan, Jepara.
Pangeran
dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara, Dan Tjie Hwio Gwan, sang ayah
angkat Pangeran Hadlirin, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang
dahulunya sangat terkenal dengan keahlian ukirnya, dan ia juga mengajarkan seni
ukir pada penduduk yang ada Jepara.
Kanjeng Ratu Kalinyamat atau Retno
Kencono, lahir rabu pahing, Romadlon 1514. Putri dari Kanjeng Sultan
Trenggono,Sultan Demak (1504-1546) dengan Roro Purbayan.
Retno
Kencono diberi kekuasaan memimpin Jepara pada Tanggal 10 April 1527 (TrusKaryo
Tataning Bumi) karena diberi Amanat oleh Faletehan yang akan pergi menyerang
Portugis di Sunda Kelapa yang akhirnya menjadi Sultan disana 22 Juni 1527.
Retno
Kencono juga resmi disyahkan oleh Kanjeng Sultan Trenggono ayahnya,
Sehingga
pada 1 Juni 1527 dimulai pembuatan Keraton di Kalinyamatan, Jepara.
Pada
12 Agustus 1527 Retno Kencono melantik Pejabat Keratonnya, Tahun 1528 Kanjeng
Ratu Kalinyamat pergi ke Cirebon,
Dan Disana bertemu dengan perempuan yang sangat sakti dengan aliran Tauhid
Hakikat “Manunggaling Kawulo Gusti’’.
Perempuan
asal Aceh keturunan Mesir, yang bernama Nur Hasnah, berjuluk Syeh
Siti Jenar, dengan rambut bersanggul di atas kepala dan berkerudung warna
kuning Emas banyak disangka sebagai rambut jenggot seorang laki-laki.
Keraton
Kalinyamat menghadap ke timur dengan 3 Pintu Gerbang, yaitu:
1.
PintuGerbang
pertama saat ini berada di perbatasan Jepara Kudus, berupa hutan sampai ke
pintu kedua.
2.
Pintu
Gerbang kedua berupa dua pohon pisang kembar yang saat ini berada di Desa Gedangan,
berupa tanah lapang sampai pintu Gerbang ketiga. Disitu hanya tersedia 2 kursi
tamu, dan seekor macan Klawuk.
3.
Pintu
Gerbang ketiga, saat ini berada di Desa Kriyan Langsung menuju Siti Inggil Kriyan saat ini berada di belakang SMP Islam
Sultan Agung 3 Kalinyamatan, sebagai tempat penerimaan tamu. Di
bagian belakang Istana digunakan sebagai tempat berdakwah Kanjeng Syeh Siti
Jenar dalam menyebarkan Tauhid Hakikat. Dan Kanjeng Ratu Kalinyamat adalah
murid kesayangan Syeh Siti Jenar. Kanjeng Ratu Kalinyamat sangat menyukai
kerudung warna merah.
Sebagai seorang yang
beraliran Tauhid Hakikat, Kanjeng Ratu Kalinyamat mejadikan Istananya hanya
dihuni perempuan.
Patihnya bernama Sri
Rahayu Anjani, Panglima Perang Sri Rekso Arum, Juru masak Sri Anjani Kerto Rahayu, Algojo Sri Endang
Lesmono, Telik Sandi Rinjani, Dayang Retno Dumilah dan Roro Sumangkin, Guru
spiritual Syeh SitiJenar, dan Cuma telik Sandi Panji Lanang, satu-satunya pria,
Namun kerjanya di luar Gerbang Keraton.
Hewan-hewan
peliaraan keraton hampir semuanya jantan, Ada harimau tunggangan bernama
Penggolo, Burung Garuda Emas, Kera Surya kencono, Tikus Piti, Kidang Kencana,
Naga Kencana, Kerang Cangkang Wojo, Keong Buntet, dan ditambah lagi Bunga
Kenanga Putih kesukaan Kanjeng Ratu
Kalinyamat. Kedelapan hewan dan ditambah satu Bunga Kenanga Putih,
dilambangkan dengan adanya Tundan Songo, Tundan Songo saat
ini adalah tangga masuk menuju Astana Mantingan.
Masa Ke emasan Ratu Kalinyamat pernah
dilukiskan oleh penulis Portugis Diego de Couto, sebagai Rainha de Japara,
senhora paderosa e rica yang berarti Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan
sangat berkuasa. Selama 30 tahun kekuasaannya (1549-1579), ia berhasil membawa
Jepara ke puncak kejayaannya. Meski pada hakikatnya Jepara merupakan bagian
dari Kesultanan Demak, tapi secara de facto Jepara memiliki kekuasaan dan
kewibawaan paling tinggi.
Pada waktu itu Kesultanan Demak dipimpin
oleh Pangeran Pangiri, putra bungsu Sultan Trenggana. Tapi pengaruh Demak tidaklah
sehebat pengaruh Jepara, Hal ini disebabkan karena Jepara
sangat kuat dalam bidang ekonomi dan militer.
Ratu Kalinyamat berhasil menghidupkan kembali
perekonomian Jepara yang telah porak poranda akibat perang saudara yang
berkepanjangan. Ia menjadikan pelabuhan Jepara sebagai pelabuhan transit bagi
perdagangan nusantara. Saat itu Pelabuhan Jepara sangat ramai oleh
pedagang-pedagang dari Ambon yang membawa rempah-rempah.
Jepara, Banten,Semarang mernjual beras bagi para pedagang Ambon, Sedangkan Ambon menjadi
produsen rempah-rempah bagi seluruh kerajaan di Jawa. Tercatat pedagang dari Aceh, Malaka, Banten, Demak, Semarang, Tegal, Bali, Makassar,Banjarmasin, Tuban
dan Gresik turut meramaikan pelabuhan Jepara . Dapat dikatakan Pelabuhan Jepara
menjadi tempat transaksi perdagangan berskala internasional. Ratu Kalinyamat
pun memungut cukai bagi setiap kapal yang bertransaksi di Pelabuhan Jepara.
Hasil perdagangan beras dan cukai tersebut menjadikan Jepara sebagai Kerajaan
yang makmur, dan kaya raya.
Dengan kekayaannya, Ratu Kalinyamat membangun armada
Laut yang sangat kuat untuk melindungi kerajaannya yang bercorak maritim.
Sebagai Kerajaan Maritim yang bercorak Islam, Kerajaan Jepara sangat dihormati
dan disegani oleh kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Kekuatan armada laut
Kerajaan Jepara sudah tersohor di seluruh nusantara.
Banyak kerajaan-kerajaan lain yang meminta bantuan
armada laut Jepara untuk melindungi negerinya. Saat itu Ratu Kalinyamat sangat
berpengaruh di Pulau Jawa. Ia adalah Ratu yang memiliki posisi politik yang
kuat dari kondisi ekonomi yang kaya raya. Ia
menjalin hubungan diplomatik yang sangat baik dengan Kerajaan-kerajaan Maritim
Islam lainnya. Jepara menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan Johor, Kesultanan Aceh, Kesultanan Banten, Kesultanan Cirebon, Ambon dan Kesultanan Demak.
Masa
kemunduran ratu kalinyamat. Ratu
Kalinyamat tidak mempunyai anak oleh itu kemenakannya, yang dijadikan anak
angkat, bernama Pangeran Jepara (anak Sultan Maulana Hasanudin dari Kesultanan Banten), menggantikannya sebagai penguasa Jepara. Pangeran,
yang diberitakan pernah berusaha menduduki tahta Banten dan berhasil menduduki
Bawean ini, berkuasa sampai tahun 1599. Kekuasaannya berakhir karena
pasukan Panembahan Senopati dari
Mataram datang menyerbu. Jepara diduduki dan kota Kalinyamat dihancurkan. Tidak
ada kabar mengenai nasib keluarga penguasa dan orang-orang penting Jepara waktu
itu. Sejak saat itu pula Jepara dipimpin oleh pejabat setingkat bupati yang
ditunjuk oleh Kesultanan Mataram.
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja
keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai
Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu, Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta
penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik
perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546), Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan
Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan
setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara, Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang, Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan
sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya
Pangeran Kalinyamat disebut desa
Prambatan.
Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah
Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah
sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air
sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam
kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis, Dan karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat
yang sekarang dikenal dengan nama Mayong, Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal
keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia
melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari
peristiwa pembunuhan itu. ia mertapa
awewuda wonten ing redi Danaraja, kang minangka tapih remanipun kaore (bertapa
dengan telanjang di gunung Danaraja, yang dijadikan
kain adalah rambutnya yang diurai).Tindakan ini
dilakukan untuk mohon keadilan kepada Tuhan
dengan cara menyepi di Gunung Danaraja. Ia memiliki
sesanti, baru akan mengakhiri
pertapaanya apabila Arya Penangsang telah terbunuh.
Pernyataan Babad Tanah Jawi itu merupakan suatu kiasan yang memerlukan interpretasi
secara kritis,
Historiografi tradisional memuat hal-hal yang digambarkna dengan simbol-simbol
dan kiasan-kiasan. Dalam bahasa Jawa kata wuda(telanjang) tidak hanya berarti tanpa
busana
sama sekali, tetapi juga memiliki arti kiasan yaitu
tidak memakai barang-barang perhiasan dan
pakaian yang bagus (Suara Merdeka, 10 Desember 1973).
Ratu Kalinyamat tidak menghiraukan
lagi untuk mengenakan perhiasan dan pakaian indah
seperti layaknya seorang ratu. Pikirannya
ketika itu hanya dicurahkan untuk membinasakan Arya
Penangsang. Di Gunung Danaraja itu lah
Ratu Kalinyamat menyusun strategi untuk melakukan balas
dendam kepada Arya Penangsang.
Peperangan antara Pajang dan Jipang tidak dapat
terelakkan. Dalam peperangan itu, Arya
Penangsang memimpin pasukan Jipang mengendarai kuda
jantan bernama Gagak Rimang yang
dikawal oleh prajurit Soreng. Adapun pasukan Pajang
dipimpin oleh Ki Gede Pemahanan, Ki
Penjawi, Ki Juru Mertani. Pasukan Pajang juga dibantu
oleh sebagian prajurit Demak dan
tamtama dari Butuh, pengging. Dalam peperangan itu
Arya Penangsang terbunuh.
Terbunuhnya Arya Penangsang itu terjadi pada tahun 1480
Saka atau 1558 Masehi
(Karyana Sindunegara, 1996/1997: 123-114).
Menurut Amen Budiman peristiwa itu terjadi pada
tahun 1556 (Amen Budiman, 1993: 78), sedang sumber
lain mengatakan Arya Penangsang gugur
pada tahun 1554 (Suripan Sadi Hutomo, 1996). Pertempuran
dimenangkan oleh pihak Pajang dan
Arya Penangsang gugur
Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara, Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan
Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan
Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati.
Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia
mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk
membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan
Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut
menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis
berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur,
sementara pasukan Jepara masih bertahan.
Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik
mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang
menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah
kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara
yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil
meninggalkan Malaka.
Pada tahun 1564, Sultan Ali Riayat Syah dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis
diMalaka. Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya.
Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal.
Pada tahun 1573, sultan
Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu
mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh
Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober1574. Padahal
saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.
Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung
menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan.
Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah
kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, namun tetap menolak
perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu,
sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis.
Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim
Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.
Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu
Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani.
Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa
e rica, de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang
kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani".
Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia
memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk
menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.
Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia
dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan. Semasa
hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda, yaitu:
·
Pangeran
Timur Rangga Jumena
Yang pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur
Rangga Jumena putera bungsu Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun.
·
Arya Pangiri
Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri,
putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak.
·
Pangeran
Arya Jepara
Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran
Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana (adik Sultan Trenggono).
Petilasan Kerajaan Kalinyamat yang masih ada, yaitu:
·
Kraton
Kalinyamat
Kraton Kalinyamat merupakan tempat tinggal Ratu
Kalinyamat yangdulunya terkenal sebagai tempat bertirakatnya para raja dan
petinggi raja-raja Demak dan Sunan Kalijaga. Kraton ini sampai saat ini belum
ditemukan reruntuhannya, namun berdasarkan informasi warga sekitar, ketika
menggali pondasi bisa dipastikan menemukan batu bata sebagai reruntuhan kraton.
Didalamnya juga diduga terdapat Siti Hinggil danTaman Keraton.
·
Taman Kraton
Kalinyamat dan Siti inggil
Taman Keraton berada di dalam keraton dengan unsure
air, kolam dankura-kura serta Siti Hinggil sebagai tempat paseban. Konsep
tamankeraton ini sama dengan taman-taman keraton seperti di Keraton Jogja
dengan Taman Sari-nya, Cirebon dengan Sunyaragi, yang disamping menambah
keindahan juga sebagai tempat persembunyian.
·
Benteng
Keraton Kalinyamat
Di Keraton Kalinyamat dibangun juga benteng sepanjang
kurang lebih 5-6km seluas 4 km2 dengan batu bata 20/25 selebar 2,5 m sebagai
jalur penjagaan. Batas benteng Jalan Jepara Kudus, Kali Bakalan, dan Kali
Krecek (Kali Sesek).
•
Masjid dan Makam Mantingan
terletak 5 km arah selatan dari pusat kota
Jepara di desa Mantingan kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara, sebuah tempat yang
menyimpan Peninggalan Kuno Islam dan menjadi salah satu asset wisata sejarah di
Jepara, dimana di sana berdiri megah sebuah masjid yang dibangun oleh seorang
Islamik yaitu PANGERAN HADIRIN suami Ratu Kalinyamat yang dijadikan sebagai
pusat aktivitas penyebaran agama islam di pesisir utara pulau Jawa dan
merupakan masjid kedua setelah masjid Agung Demak.
Dimakam inilah Pangeran Hadirin (Sunan Mantingan), Ratu Kalinyamat,
Patih Sungging Badarduwung seorang patih keturunan cina yang menjadi kerabat
beliau Sultan Hadiri bernama CIE GWI GWAN dan sahabat lainnya disemayankan.
Makam yang selalu ramai dikunjungi pada saat “KHOUL” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “ GANTI LUWUR “ (Ganti Kelambu) ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara.
Makam yang selalu ramai dikunjungi pada saat “KHOUL” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “ GANTI LUWUR “ (Ganti Kelambu) ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara.
Dan ditembok masjidnya terdapat berbagai Ornamen
ukiran dari bahan batu alam yang konon berasal dari negeri Cina.
Masjid ini dulunya juga di gunakan oleh Sunan Mantingan untuk
mengurusi kepentingan- kepentingan tertentu terutama kaitanya dengan penyebaran
Agama Islam di Jepara hal ini di kaitkan dengan arti kata mantingan itu sendiri
yang berarti pementingan.