MAKALAH SOSIOLINGUISTIK PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN BAHASA
PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN BAHASA
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sosiolinguistik
Dosen Pengampu : Muflihah MA.
Disusun Oleh Kelompok 9:
1.
M. Zakariyal Wafa (1410210085)
2.
Chotibul Umam (1410210086)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN BAHASA ARAB
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
التجريد
التغير اللغوي لازم في استعمال اللغة لان التعريف فيها
الشفرة, وصفاتها متحركة بسبب اتصالها بشفرة اخرى, فالحاصل اللغة تكون متغيرة اما
في قواعدها واصواتها وتكوين كلماتها, أما تحركها وقعت في مسئلة اشخاصها بسبب
انتقالها من مكانها الى مكان اخر.
وفي هذه المقالة تبينت اسبابها من ثلاثة اركانها.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa yang dikaitkan dengan masyarakat memiliki beberapa kajian.
Beberapa kajian tersebut berkaitan dengan ragam masyarakat yang majemuk. Suatu
masyarakat yang majemuk bisa menimbulkan adanya bilingualisme dan
multilingualisme.
Masyarakat atau penutur yang bilingual, bahasanya, antara
masyarakat tutur satu bisa bersinggungan dengan bahasa masyarakat tutur yang
lain, sehingga hal ini akan menimbulkan perubahan, pergeseran serta
pemertahanan suatu bahasa.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
perubahan bahasa itu?
2.
Apakah
pergeseran bahasa itu?
3.
Apakah
pemertahanan bahasa itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perubahan
Bahasa
Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah,
entah kaidahnya itu direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru.
Dan semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik: fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik,maupun leksikon.
1.
Perubahan
fonologi
Perubahan bunyi dalam sistem fonologi bahasa Indonesia sebelum
berlakunya EYD, fonem /f/,/x/, dan /s/ belum dimasukkan dalam khazanah fonem
bahasa Indonesia, tapi kini ketiga fonem tersebut telah menjadi bagian dalam
khazanah bahsa Indonesia. Perubahan fonem juga terjadi dalam bahasa Inggris.
Ada yang berupa penambahan fonem. Seperti pada bahasa Inggris kuno dan
pertengahan tidak mengenal fonem /z/. Lalu ketika terserap kata-kata seperti azure,measure,
rouge dari bahasa Perancis, maka
fonem /z/ tersebut ditambahkan dalam khazanah fonem bahasa Inggris. Ada juga
yang berupa pengurangan fonem. Seperti hilangnya bunyi/x/ yang ada dalam bahasa
Inggris kuno, dalam beberapa kasus, seperti contoh pada kata <night>,
dulunya dilafalkan [nixt].[1]
2.
Perubahan
Morfologi
Perubahan morfologi adalah perubahan yang terjadi dalam proses
pembentukan kata. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam
proses pembentukan kata dengan prefiks me- dan pe-. Kaidahnya
adalah:
a. Apabila kedua prefiks itu diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /l/,/r/,/w/ dan /y/ tidak ada terjadi penasalan;
b.
Apabila
diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal /na/;
c.
Bila diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/;
d.
Kalau
diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /s/ diberi nasal /ny/; dan
e.
Bila diimbuhkan
pada pada kata yang dimulai dengan konsonan /g/, /k/, /h/ dan semua vokal diberi
nasal /ng/.
Kaidah ini menjadi agak susah diterapkan pada kata serapan dari
bahasa asing yang bersuku satu, seperti kata sah, tik, dan bom. Secara
kaidah tradisional, setelah diberikan imbuhan pe- akan menjadi pebom,
akan tetapi kini berubah menjadi pengebom.[2]
3.
Perubahan
sintaksis
Perubahan kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia dapat kita lihat.
Seperti dalam sebuah kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai objek, atau
kata kerja aktif transitif harus diikuti oleh objek, tapi dewasa ini kalimat aktif
transitif banyak yang tidak dilengkapi objek, seperti:
-
Reporter anda melaporkan
dari tempat kejadian
-
Pertunjukan itu
sangat mengecewakan.
Dalam bahasa Inggris terdapat contoh kalimat “Winston tastes good like
a cigarette should”. Pada kalimat tersebut terdapat kata like yang telah
memiliki perubahan gramatikal. Menurut kaidah lama, kata like hanya bisa
diikuti oleh sebuah nominal, dan tidak dapat digunakan sebagai konjungsi untuk
mengantarkan kalimat sisipan. Akan tetapi pada kalimat tersebut kata like malah
menjadi konjungsi. Hal ini sudah dianggap benar oleh sebagian penutur bahasa
Inggris dan dianggap sebagai perubahan gramatikal dalam bahasa Inggris.[3]
4.
Perubahan
kosakata
Perubahan kosakata dapat berupa bertambahnya kosakata baru,
hilangnya kosakata lama, dan berubahnya makna kata. Seperti bertambahnya
kosakata dalam bahasa Indonesia yang memiliki sekitar 65.000 kosakata, bisa
bertambah dari berbagai sumber, termasuk bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa
Nusantara. Penambahan tersebut bisa dengan cara menyerap bahasa lain atau
dengan proses penciptaan. Contoh penyerapan dalam bahasa Indonesia seperti kata
kasus yang diambil dari bahasa Latin.
Adapun proses penciptaan diantaranya bisa dilakukan dengan
menggabungkan kata, seperti kata matahari, kakilima dan mahasiswa.
Atau dilakukan dengan membentuk akronim, seperti kata menwa (resimen
mahasiswa), dan ABRI (angkatan bersenjata Republik Indonesia).
Adapun kosakata lama dalam bahasa Indonesia yang hilang seperti
kata engku sebagai sebutan untuk menyapa guru laki-laki, tingkap yang berarti ‘jendela’, dan sanggat yang
berarti ‘kandas’.
Adapun contoh dari berubahnya makna kata dalam bahasa Indonesia
adalah kata matahari dan telur matasapi yang berarti
‘telur yang digoreng dengan posisi kuning telurnya berada di tengah’.[4]
5.
Perubahan
semantik
Perubahan semantik adalah berupa perubahan pada makna butir-butir
leksikal yang mungkin berubah total, meluas, atau menyempit. Seperti contoh
kata seni, dulu berarti ‘air kencing’ dan sekarang mempunyai arti karya
yang bernilai halus.
Perubahan makna yang bersifat meluas, maksudnya dulu kata terssebut
hanya memiliki satu makna, sekarang memiliki lebih dari satu. Seperti contoh
kata kepala yang pada mulanya hanya bermakna bagian tubuh sebelah atas,
sekarang berarti ‘ketua’ dan ‘pemimpin’.[5]
Perubahan makna yang menyempit, artinya kalau pada waktu dulu kata
itu memiliki makna yang luas, tetapi kini menjadi lebih sempit maknanya,
seperti kata sarjana. Dulu kata sarjana dipakai untuk orang yang
benar-benar pandai dan cerdas, akan tetapi maknanya sekarang cenderung
menyempit, menjadi tertuju pada orang yang sudah lulus dari jenjang pendidikan
tinggi tertentu, dan dia tidak pasti orang yang pandai dan cerdas.[6]
B.
Pergeseran
Bahasa
Pergeseran bahasa adalah penggunaan bahasa yang digunakan oleh
seorang penutur atau sekelompok penutur yang terjadi akibat perpindahan dari
satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain.[7]
Menurut Aslinda dan Leni Syafyahya Pergeseran bahasa berarti suatu komunitas
meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain. Saat komunitas
memilih bahasa baru dalam ranah yang semula diperuntukkan bagi bahasa yang
lama, hal itu merupakan tanda bahwa pergeseran sedaang berlangsung.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab pergeseran suatu bahasa,
antara lain sebagai berikut:
1.
Migrasi, ialah
perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain.
2.
Ekonomi yang
kadang-kadang bergabung dengan migrasi.
3.
Pendidikan atau
sekolah.[8]
Seperti contoh Umam dan Syamsuddin, dua orang mahasiswa di STAIN
Kudus yang berasal dari pulau Madura. Ketika pertama datang ke Kudus, mereka
sedikitpun tidak mengerti bahasa Jawa. Maka keduanya terpaksa menggunakan
menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan orang-orang di
sekitarnya, teman-teman kuliah, teman-teman sepemondokan,dan para tetangga.
Jika mereka Cuma berdua, mereka memang dapat menggunakan bahasa ibu mereka
(bahasa Madura). Kemudian karena teman-teman sekuliah, sepemondokan dan
tetangga serta lingkungan mereka berbahasa Jawa, maka mereka mencoba
sedikit-sedikit belajar bahasa Jawa. Pada mulanya mereka berbicara bahasa Jawa
dengan aksen Madura, tapi lama kelamaan aksen Maduranya semakin berkurang. Maka
sesudah dua tahun berada di Kudus keduanya lebih bisa berbahasa Jawa dalam
setiap keperluan, kecuali di mana diperlukan menggunakan bahasa Indonesia.
Akhirnya, mereka berduapun hampir tidak pernah lagi menggunakan bahasa ibu
mereka, terlebih di tempat umum. Dari kisah nyata di atas telah terjadi
pergeseran bahasa. Kedudukan bahasa Madura mereka, meskipun bahasa pertama,
telah tergeser oleh bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa digunakan
dalam situasi tidak formal, sedangkan bahasa Indonesia digunakan dalam situasi
formal.[9]
C.
Pemertahanan
Bahasa
Dari pembicaraan di atas dapat dipahami bahwa penggunaan B1 oleh
sejumlah penutur dari satu masyarakat bilingual atau multilingual cenderung
menurun akibat adanya B2 yang memiliki fungsi lebih superior. Kasus pemertahanan bahasa juga
terjadi pada masyarakat Loloan yang berada di Bali. Kasus pemertahanan bahasa Melayu Loloan ini
disampaikan oleh Sumarsono. Menurut Sumarsono, penduduk desa Loloan yang
berjumlah sekitar tiga ribu orang itu tidak menggunakan bahasa Bali, tetapi
menggunakan sejenis bahasa Melayu yang disebut bahasa Melayu Loloan, sebagai
B1-nya; dan mereka semua beragam Islam. Di tengah-tengah B2 yang lebih dominan,
yaitu bahasa Bali, mereka dapat bertahan untuk tetap menggunakan bahasa
pertamnya, yaitu bahasa Melayu Loloan, sejak abad ke-18 yang lalu ketika
leluhur mereka yang berasal dari Bugis dan Pontianak tiba di tempat itu.
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan mereka tetap mempertahankan bahasa Melayu Loloan. Pertama, wilayah
pemukiman mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis aak
terpisah dari wilayah pemukiman masyarakat Bali.Kedua, adanya
toleransi dari masyarakat mayoritas Bali untuk menggunakan bahasa Melayu Loloan
dalam berinteraksi dengan golongan minoritas Loloan meskipun dalam interaksi
itu kadang-kadang digunakan juga bahasa Bali. Ketiga, anggota
masyarakat Lolan mempunyai sikpa keislaman yang tidak akomodatif terhadap
masyarakat, budaya, bahasa Bali. Pandangan seperti ini dan ditambah dengan
terkonsentrasinya masyarakat Lolan ini menyebabkan minimnya interaksi fisik
antara masyakat Loloan yang minoritas dan masyarakat Bali yan mayoritas.
Akibatnya pula menjadi tidak digunakannya bahasa Bali dalam berinteraksi
intrakelompok dalam masyarakat Loloan. Keempat, adanya
loyalitas yang tinggi dari masyarakat Melayu Loloan sebagai konsekuaensi
kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi lambang identitas diri masyarakat
Loloan yang beragama Islam; sedangkan bahasa Bali dianggap sebagai lambang
identitas masyarakat Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu, penggunaan
bahasa Bali ditolah untuk kegiatan-kegiatan intrakelompok terutama dalam ranah
agama. Kelima, adanya kesinambungan pengalian bahasa Melayu
Loloan dari generasi terdahulu ke genarasi berikutnya.
Masyarakat Melayu Loloan ini,
selain menggunakan bahasa Melayu Loloan dan bahas Bali, juga menggunakan bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia diperlakukan secara berbeda oleh mereka. Dalam anggapan mereka bahaa Indonesia
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada bahasa Bali. Bahasa Indonesia
tidak dianggap memiliki konotasi keagamaan tertentu. Ia bahkan dianggap
sebagai milik sendiri dalam kedudukan mereka sebagai rakyat Indonesia. Oleh
karena itu, mereka tidak keberatan menggunakan bahasa Indonesia dalam
kegiatan-kegiatan keagamaan. [10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perubahan bahasa
lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya itu direvisi,
kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru. Dan semuanya itu dapat
terjadi pada semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik,maupun leksikon.
Pergeseran bahasa adalah penggunaan bahasa yang digunakan oleh
seorang penutur atau sekelompok penutur yang terjadi akibat perpindahan dari
satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain.
Pemertahanan bahasa ialah jika suatu komunitas menentukan untuk
melanjutkan memakai bahasa yang sudah biasa dipakai dan tidak menghendaki
bahasa lain untuk menggantikan bahasa yang sudah biasa dipakai tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aslinda dan Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik,
Bandung, PT. Refika Aditama, 2007.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan
Awal, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2014.
Rahardi, Kunjana, Dimensi-Dimensi Kebahasaan (Aneka Masalah
Bahasa Indonesia Terkini), Jakarta, Erlangga, 2006.
.
[1] Abdul Chaer
dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Jakarta, PT.
Rineka Cipta, 2014, hlm. 134-137.
[2] Ibid.,
hlm. 137.
[3] Ibid., hlm.
138-139.
[4] Ibid., hlm. 139-140.
[5] Ibid., hlm.
141.
[6] Kunjana
Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan (Aneka Masalah Bahasa Indonesia Terkini),
Jakarta, Erlangga, 2006, hlm. 68.
[7] Op. Cit.,
hlm. 142.
[8]
Aslinda dan
Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, Bandung, PT. Refika Aditama,
2007, hlm. 117.
[9] Op. Cit.,
hlm. 142-143.
[10] Ibid., hlm.
146-148.