Makalah Eksistensi Tasawuf Di Era Modern

Pengertian tasawuf baik secara
etimologi maupun terminolgi, para ahli (ulama tasawuf) ternyata berbeda
pendapat. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Menurut Syekh al- Islam Zakaria
al-Ansari: “Tasawuf mengajarkan cara untuk mensucikan diri, meningkatkan moral
dan membangun kehidupan jasmani dan rohani guna mencapai abadi . Unsur utama
tasawuf adalah penyucian jiwa, dan tujuan akhirnya adalah tercapainya kebahagian
dan keselamatan abadi”.
Ketika Muhammad al-Jurayri ditanya
tentang tasawuf, beliau menjelaskan, “Tasawuf berarti menyandang setiap akhlak
yang mulia dan meninggalkan setiap akhlak yang tercela”.
Ma’ruf al-Karkhi, tasawuf adalah
mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada ditangan makhluk.
Dari beberapa pengertian di atas
dapat dipahami bahwa tasawuf adalah suatu ajaran yang selalu berupaya membawa
para orang-orang yang menyelaminya berada dalam kesucian jasmani dan ruhani
lahir dan batin, ta’at kepada Allah dan Rasulnya, selalu berusaha menghiasi
diri dengan segala sifat-sifat mahmudah (terpuji) dan meningglakn segala
sifat-sifat mazmumah (tercela) dalam upaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah
swt. melalui takhalli, tahalli dan tajally.
B. Sejarah Singkat Tasawuf
Istilah Sufi baru muncul kepermukaan
pada abad kedua Hijriyah, sebelum itu Kaum muslimin dalam kurun awal Islam
sampai abad pertama Hijriyah belum meneganal istilah tersebut. Namun bentuk
amaliah para Sufi itu tentu sudah ada sejak dari awal kelahiran Islam itu di
bawa oleh Rasulullah Muhammad saw, bahkan sejak manusia diciptakan.
Sejarah historis ajaran tasawuf
mengalami perkembangan yang sangan pesat, berawal dari upaya meniru pola
kehidupan Rasulullah saw. baik sebelum menjadi Nabi dan terutama setelah beliau
bertugas menjadi Nabi dan Rasul, perilaku dan kepribadian Nabi Muhammadlah yang
dijadikan tauladan utama bagi para sahabat yang kemudian berkembang menjadi
doktrin yang bersifat konseptual. Tasawuf pada masa Raulullah saw. adalah sifat umum
yang terdapat pada hampir seluruh sahabat-sahabat Nabi tanpa terkecuali.
Menurut catatan sejarah dari sahabat Nabi yang pertama sekali melembagakan
tasawuf dengan cara mendirikan madrasah tasawuf adalah Huzaifah bin Al-Yamani,
sedangkan Imam Sufi yang pertama dalam sejarah Islam adalah Hasan Al-Basri
(21-110 H) seorang ulama tabi’in, murid pertama dari Huzaifah Al-Yamani beliau
dianggap tokoh sentral dan yang paling pertama meletakkan dasar metodologi ilmu
tasawuf. Hasan Al-Basri adalah orang yang pertama memperaktekkan, berbicara
menguraikan maksud tasawuf sebagai pembuka jalan generasi berikutnya. Tasawuf
sebagai sebuah disiplin keilmuan Islam, baru muncul pada abad ke II H/XIII M,
atau paling tidak dalam bentuk yang lebih jelas pada abad ke III H/X M. Namun,
sebagai pengalaman spiritual , tasawuf telah ada sejak adanya manusia, Usianya
setua manusia. Smua nabi dan Rasul adalah Sufi, yang tidak lain adalah manusia
sempurna (insan kamil). Nambi Muhammad adalah Sufi terbesar karena beliau
adalah manusia sempurna yang paling sempurna.
C. Sumber Ajaran Tasawuf
Menurut para Sufi, bahwa sumber
tasawuf adalah dari agama Islam itu sendiri, tasawuf merupakan saripati dari
ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an, al-Sunnah, qwal dan aktifitas
sahabat, aktifitas dan qwal tabi’in. Diakui memang banyak pendapat yang
mengatakan bahwa ajaran tasawuf Islam bukanlah semata-mata lahir dari ajaran
Islam tetapi ia lahir merupakan perpaduan atau pengaruh berbagai unsur ajaran
agama sebelum agama Islam itu lahir, seperti pengaruh ajaran Hindu, Yahudi,
Kristen, Persia, Yunani dan sebagainya.
Namun penulis tetap berkeyakinan bahwa
tasawuf Islam adalah murni bersumber dari semangat dan ruh ajaran Islam itu
sendiri serta perilaku Rasul dan sahabat-sahabat beliau, kendatipun terdapat
kesamaan antara ajaran tasawuf Islam dengan ajaran spiritual agama-agama lain
itu hanya secara kebtulan saja. Sedangkan Dasar ajaran tasawuf dalam al-Qur’an
antara lain:
“Dan kepunyaan Allahlah timur dan
barat, maka kea rah manapun kamu menghadap di situ akan kamu jumpai wajah
Allah.” (QS. Al-Baqarah: 2/115)
“Dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya.” (QS. Qaf : 50/16)
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan
hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’du: 13/28)
Dasar ajaran tasawuf dari hadits:
( ﺃﻥ ﺗﻌﺒﺪ
ﺍﻟﻠﻪ
ﻛﺄ
ﻧﻚ
ﺗﺮﺍﻩ
ﻓﺈ
ﻥ
ﻟﻢ
ﺗﻜﻦ
ﺗﺮﺍﻩ
ﻓﺈ
ﻧﻪ
ﻳﺮﺍﻙ
) ﻣﺘﻔﻖ
ﻋﻠﻴﻪ
Artinya:
Artinya :“Sembahlah Allah seolah-olah
engkau melihat-Nya, maka apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka ia pasti
melihatmu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hati adalah suatu hal yang selalu
dibahas dan dibicarakan dalam ajaran tasawuf, dan inilah yang selaul menjadi
objek kajian, tema sentral tasawuf. Hati harus selalu diasah dan dipertajam
untuk menerima panjaran nur Ilahi melalui dzikrullah, dan amal shaleh lainnya,
karena bila hati itu kotor ia tidak akan dapat menerima pancara nur Allah swt.
Namun apabila hati itu bersih ia bening lakasana kaca niscaya ia dapat menerima
pancaran nur Allah dan dapat pula memantulkan cahaya, disaat hati bersih bening
laksana kaca terbukalah baginya hijab (tabir) dan muncullah musahadah,
mukasyafah, ma’rifat dan tersingkaplah baginya segala rahasia-rahasia alam
gaib.
D. Tujuan Ajaran Tasawuf
Tujuan akhir mempelajari ajaran
tasawuf adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) dalam
rangka mencapai ridha-Nya, dengan mujahadah malalui latihan (riyadhah)
spiritual dan pembersihan jiwa, atau hati (tazkiyah al-anfus). Jiwa dan tubuh
bersifat saling mempengaruhi. Apabila jiwa sempurna dan suci, maka perbuatan
tubuh akan baik. Bergitu pula sebaliknya, dengan dihiasi akhlak yang diridhai
oleh Allah. Ibrahim bin Adham (w. 742) mengatakan, Tasawuf membawa manusia hidup
menurut tata aturan kehidupan yang sebenarnya sesuai dengan konsef al-Qur’an
dan al-Sunnah sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. seperti hidup sederhana,
tidak berlebih-lebihan, syukur, tawadhu, hidup dengan melakukan sesuatu pada
tempatnya.
Dikalangan para Sufi mendekatkan diri kepada Allah dapat ditempuh
dengan berbagai maca cara melewati stasiun-stasiun atau maqamat-maqamat
tertentu seperti zuhud, wara’, taubat, raja’, khauf, sabar dan seterusnya
sampai pada puncaknya ke tingkat ma’rifat bahkan sampai fana, bersatu dan
menyatu dengan Tuhan (ittihad) dan itulah kenikmatan tertinggi yang di alami
dan dirasakan para Sufi yang tidak dapat dilukiskan dan di gambarkan dengan
kata-kata ataupun simbol-simbol. Kendatipun pengalaman spiritual itu dicoba
untuk dijelaskan dengan kata-kata atau apapun bentuknya, itu tidak akan sama
persis dengan apa yang dialami oleh yang menceritakan (Sufi). Pengalaman
spiritual seorang Sufi kalau dianalogikan tak obahnya bagaikan rasa mangga,
bagaimanapun seseorang menjelaskan rasa magga kepada orang lain tetapi kalau
seseorang tersebut belum pernah mencicipi rasa mangga, dapat dipastikan bahwa
ia tidak akan paham dan mengerti bagaimana rasanya mangga yang sesungguhnya.
Dengan kata lain pengalaman spiritual para Sufi itu dapat dirasakan tetapi
tidak dapat diungkapkan. Biasanya beberapa model ungkapan verbal yang dipilih
para Sufi dalam menyampaikan pengalaman spiritualnya, yang paling popular
adalah penggunaan ungkapan-ungkapan yang bernada puitis, berbentuk humor dan
kisah-kisah. Sehingga dengan demikian pesan-pesan, nasehat-nasehat yang mereka
tuliskan dapat ditafsirkan para pembaca sesuai dengan kemampuan daya nalar
mereka dalam menangkap pesan yang terkandung dibalik teks tersebut.
E. Signifikansi Tasawuf di Era Modern
Peradaban moderen yang bermula di
Barat sejak abad XVII merupakan awal kemenangan supermasi rasionalisme dan
emperisme dari dogmatisme agama. Kenyataan ini dapat dipahami karena abad
moderen Barat cenderung memisahkan ilmu pengetahuan, filsafat dari agama yang
kemudian dikenal dengan jargon sekularisme. Perpaduan antara rasionalisme dan
emperisme dalam satu paket epistimologi melahirkan metode ilmiah (scientific
method).
Penemuan metode ilmiah yang berwatak
emperis dan rasional secara menakjubkan membawa perkembangan sains yang laur
biasa canggihnya sehingga melahirkan kemudahan, disamping melahirkan kehidupan
dan paradigma pemikiran baru. Fenomena serba mudah dan baru ini merupakan wujud
akselarasi dari pemikiran filsafat Barat modern. Filsafat Barat modern
memandang manusia bebas dari segala kekuatan di luarnya, dan kebebasan itu
terjadi lewat penegtahuan rasional. manusia seolah digiring untuk memikrkan
dunia an-sich sehingga Tuhan, surga, neraka dan persolan-persolan eskatologis
tidak lagi menjadi pusat pemikiran.
Konsep sains Barat di era moderen
yang dikemukan di atas sangat berbeda dengan konsep sains dalam Islam,
sebagiamana dinyatakan oleh Sayyid Husein Nasr, bahwa ilmu pengetahuan, sains
dan seni dalam Islam berdasarkan gagsan tentang tauhid, yang menjadi inti dari
al-qur’an. Dengan demikian menurut Nsr seluruh ilmu pengetahuan, sains dan seni
dalam Islam dengan berbagai keragamannya tidak terlepas dari keesaan Tuhan,
dalam kerangka ini, sains yang dapat disebut Islami adalah sains yang
mengungkapkan “ketauhidan alam”.
Peradaban, ilmu pengetahuan, dan
sains dalam Islam tidak terlepas dari sentuhan nilai-nilai spiritual, karena
ilmu pengetahuan dan sains dalam Islam harus mampu menghantarkan seseorang
untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah melalui pemahaman,
pengamatan, riset dan penelitian yang dilakukan terhadap ayat-ayat kauniyah
yang tersebar diseluruh penjuru alam, sebab antara ayat qauliyah dan kauniyah
selalu berkorelasi. Hal itu akan lebih jelas bila dilihat dari segi keceradsan
sufistik. Kecerdasan sufistik dapat dilihat dalam konsep tasawuf, seperti ilmu,
tafakur, ma’rifat, dan ma’rifat israqiyah. Bahwa yang dimaksud ilmu adalah
semua pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun umum. Semua pengetahuan itu
harus bermanfaat untuk mengenal ciptaan, keagungan dan kebesaran Allah,
sehingga kemudian mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya.
Apresiasi yang tinggi pantas diberikan terhadap tasawuf karena
sumbangan-sumbangannya yang sangat bernilai bagi perkembangan peradaban Islam.
Sumbagan itu dapat dilihat dalam berbagai bidang seperti filsafat, sastra,
musik, tarian, psikologi, dan sains modern.
F. Manfaat Mempelajari Tasawuf di Era Modern
Mempelajari tasawuf membawa manfaat
yang sangat banyak dalam kehidupan ini, baik secara individu, masyarakat,
bangsa dan negara. Bila semua orang bertasawuf insyaallah bumi ini akan aman
dari segala konflik dan permusuhan, karena ajaran tasawuf selalu membawa
peasan-pesan universal yang bernuansa kesejukan, kedamaian, ketentraman, cinta
kasih dengan sesama, bahkan dengan alam, lingkungan dan makhluk-makhluk
lainnya. Ajaran tasawuf datang menmbus lintas suku, ras, etnis bahkan agama.
Para Sufi seperti Ibn ‘Arabi umpamanya, sangat menghargai dan menghormati
pluralisme agama. Dengan demikian konsep ajaran tasawuf sangat toleran, terbuka
dan dapat diterima oleh semua golongan, kelompok dan semua kalangan.
Orang-orang yang mengamalkan ajaran
tasawuf (para Sufi) hidupnya akan terasa lebih bermakna, indah, dan penuh
kesederhanaan dalam menjalani kehidupan ini, segala sesuatunya dijalani dengan
ikhlas, syukur, sabar, qana’ah, dan tawakkal atas segala ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah untuk dirinya, tidak mengeluh dan tidak putus asa, tetapi
selalu oftimis dalam mengharungi hiudup ini dan segala sesuatunya dikembalikan
kepada Allah swt. Para Sufi selalu mampu menangkap pesan-pesan dan hikmah
dibalik realitas yang terjadi di alam ini.
Para Sufi sangat menyadari betul akan
siapa dirinya dan bagaimana posisinya dihadapan Tuhan dan mereka sudah mampu
menguasai hawa nafsu mereka, sehingga dengan demikian segala apa yang mereka
lakukan selalu berada dalam koridor kepatuhan, ketaatan dan ketundukan kepada
Allah swt. dengan penuh keridhaan, kecintaan dan mereka pun diridhai dan
dicintai oleh Allah, bahkan Allah mengundang mereka kesebuah perjamuan yang
sangat indah. “Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 89/27-30). Orang-orang yang
diundang oleh Allah tentunya tidak sembarang orang tetapi yang diundang adalah
mereka yang sudah sampai ketingkat (maqam) insan kamil (manusia paripurna) yang
didalam diri mereka sudah tercermin sifat-sifat Tuhan.
G. Tasawuf Solusi Kekeringan Spritual di Era Modernisasi dan Globalisasi
Di zaman modernisasi dan globalisasi
sekarang ini, manusia di Barat sudah berhasil mengembangkan kemampuan nalarnya
(kecerdesan intelektualnya) untuk mencapai kemajuan yang begitu pesat dari
waktu kewaktu di berbagai bidang kehidupan termasuk dalam bidang sains dan
teknologi yang kemajuannya tidak dapat dibendung lagi akan tetapi kemajuan
tersebut jauh dari spirit agama sehingga yang lahir adalah sains dan teknologi
sekuler. Manusia saling berpacu meraih kesuksesan dalam bidang material, soial,
politik, ekonomi, pangkat, jabatan, kedudukan, kekuasaan dan seterusnya, namun
tatkala mereka sudah berada dipuncak kesuksesan tersebut lalu jiwa mereka
mengalami goncangan-goncangan mereka bingung untuk apa semua ini. Kenapa bisa
terjadi demikian, karena jiwa mereka dalam kekosongan dari nilai-nilai
spiritual, disebabkan tidak punya oreintasi yang jelas dalam menapaki kehidupan
di alam dunia ini. Sayyid Hussein Nasr Menilai bahwa keterasingan (alienasi)
yang di alami oleh orang-orang Barat karena peradaban moderen yang mereka
bangun brmula dari penolakan (negation) terhadap hakikat ruhaniyah secara
gradual dalam kehidupan manusia. Akibatnya manusia lupa terhadap eksistensi
dirinya sebagai ‘abid (hamba) di hadapan Tuhan karena telah terputus dari
akar-akar spiritualitas.Hal ini merupakan fenomena betapa manusia moderen
memiliki spiritualitas yang akut. Pada gilirannya, mereka cenderung tidak mampu
menjawab berbagai persoalan hidupnya, dan kemudian terperangkap dalam kehampaan
dan ketidak bermaknaan hidup.
Keimanan atau kepercayaan pada agama
(Tuhan) itu, secara pragmatis merupakan kebutuhan untuk menenangkan jiwa,
terlepas apakah objek kualitas iman itu benar atau salah. Secara psikologis,
ini menunjukkan bahwa agama selalu mengajarkan dan menyadarkan akan nasib
keterasingan manusia dari Tuhannya. Manusia bagaimanapun juga tidak akan dapat
melepaskan diri dari agama, karena manusia selalu punya ketergantungan kepada
kekuatan yang lebih tinggi diluar dirinya (Tuhan) atau apapun bentuknya dan
agama diturunkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai
makhluk rasional dan spiritual.
Pandangan dunia sekuler, yang hanya
mementingkan kehidupan duniawi, telah secara signifikan menyingkirkan manusia
moderen dari segala asfek spiritual. Akibatnya mereka hidup secara terisolir
dari dunia-dunia lain yang bersifat nonfisik, yang diyakini adanya oleh para
Sufi. Mereka menolak segala dunia nonfisik seperti dunia imajinal atau
spiritual sehingga terputus hubungan dengan segala realitas-realitas yang lebih
tinggi daripada sekedar entitas-entitas fisik. Sains moderen menyingkirkan
pengetahuan tentang kosmologi dari wacananya. Padahal kosmologi adalah “ilmu
sakral” yang menjelaskan kaitan dunia materi dengan wahyu dan doktrin
metafisis. Manusia sebenarnya menurut fitrahnya tidak dapat melepaskan diri
dari kehidupan spiritual karena memang diri manusia terdiri dari dua unsur
yaitu jasmani dan ruhani, manusia disamping makhluk fisik juga makhluk non
fisik. Dalam diri manusia tuntutan kebutuhan jasmani dan rahani harus dipenuhi
secara bersamaan dan seimbang, kebutuhan jasmani dapat terpenuhi dengan hal-hal
yang bersifat materi sedangkan kebutuhan ruhani harus dipenuhi dengan yang
bersifat spiritual seperti ibadah, dzikir, etika dan amal shaleh lainnya.
Apabila kedua hal tersbeut tidak dapat dipnuhi secara adil maka kehidupan
manusia itu dapat dipastikan akan mengalami kekeringan dan kehampaan bahkan
tidak menutup kemungkinan bisa mengalami setres.
Salah satu kritik yang ditujukan
kepada ilmu pengetahuan dan teknologi moderen dari sudut pandang Islam ialah
karena ilmu pengetahuan dan teknologi moderen tersebut hanya absah secara
metodologi, tetapi miskin dari segi moral dan etika. Pandangan masyarakat
moderen yang bertumpu pada prestasi sains dan teknologi, telah meminggrikan
dmensi transendental Ilahiyah. Akibatnya, kehidupan masyarakat moderen menjadi
kehilangan salah satu aspeknya yang paling fundamental, yaitu asfek spiritual.
Agama Islam datang membawa pesan
universal dengan ajaran yang komprehensif menawarkan solusi dalam berbagai permasalahan
kehidupan umat manusia diantaranya berupaya untuk mempertemukan kehidupan
materialsitis Yahudi dan kehidupan spiritual Nasrani, menjadi kehidupan yang
harmonis antara keduanya. Di bawah bimbingan Nabi Muhammad Rasulullah saw. Kaum
muslimin dapat membentuk pribadinya yang utuh untuk memperoleh kebahagiaan
dunia akhirat dengan melakukan ibadah dan amal shaleh, sehingga mereka
memperoleh kejayaan di segala bidang kehidupan. Islam mengajarkan kepada
umatnya akan keseimbangan untuk meraih kebahgian dan kesuksesan di dunia dan
akhirat secara bersamaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf Islam suatu ajaran kerahanian
(spiritual) yang bersumber dari ruh syari’at Islam itu sendiri yaitu al-Qur’an
dan al-Sunnah. Para Sufi dalam mengamalkan ajaran tasawuf dengan selalu merujuk
kepada akhlak, kepribadian dan ketauladanan Rasulullah swa. Sahabat Nabi yang
mula-mula melembagakan ajaran tasawuf adalah Huzaifah bin Al-Yamani dengan
mendirikan sebuah madrasah yang khusu mengajarkan ilmu tasawuf, kemudian dilanjutkan
oleh salah seorang muridnya yakni Hasan Al-Basri dari kalangan tabi’in.
Tujuan akhir dari ajaran tasawuf
adalah untuk mendekatkan diri seorang hamba kapada Allah sebagai Khaliknya
melalui riyadhah melewati stasiun-stasiun atau maqamat-maqamat tertentu, dengan
selalu mensucikan jiwa (nafs) lahir dan bathin dalam upaya mempersiapkan diri
menggapai ma’rifatullah sampai pada tingkat bertemu dan menyatu dengan Allah
menuju kehidpan yang abadi.
Kehampaan spiritual yang di alami
orang-orang Barat, karena disebabkan paradigma perdaban yang mereka bangun dari
awal telah menyatakan adanya pemisahan antara sains dan agama, padahal
seharunya keduanya harus saling bersinergi. Tasawuf Isalam tidak menafikan
sains, bahkan tasawuf Islam banyak menyumbangkan pemikiran dalam bidang
filsafat, sastra, musik, tarian, psikologi, dan sains modren.
Masalah keterasingan adalah masalah
kejiwaan. Manusia berperan sebagai penyebab munculnya keterasingan dan
sekaligus sebagai korban yang harus menanggung akibatnya. Dalam konteks ajaran
Islam, untuk mengatasi keterasingan jiwa manusia dan membebaskan dari derita
keterasingan, justru harus menjadikan Tuhan sebagai tujuan akhir, Tuhan yang
mahawujud dan mahaabsolut. Segala eksistensi yang relatif dan nisbi tidak
berarti dihadapan eksistensi yang maha absolut.
DAFTAR PUSTAKA
v Al-Qusyayri, Risalah Sufi, Bandung:
Pustaka Setia, 1990.
v Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
v Ary Ginanjar Agustian, Membangaun
Rahasia Sukses Kecerdasan Emosi dan Spiritual, Jakarta: Arga, 2005.
v Abd A’la, Melampaui Dialog Agama,
Jakarta: Kompas, 2002.
v Azyumardi Azra, Histografi Islam
Kontemporer, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.
v Ahmad Najib Burhani, “Tarekat” Tanpa
Tarekat Jalan Baru Menjadi Sufi, Jakrta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002.
v Hasyim Muhammad, Dialog Antara
Tasawuf dan Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
v Harapandi Dahri, Meluruskan
Pemikiran Tasawuf Upaya Mengembalikan Taswuf Berdasarkna Al-Qur’an dan
Al-Sunnah, Jakarta: Pustaka Irfani, 2007.
v Jamil, Cakrawala Tasawuf Sejarah
Pemikiran dan Kontekstualitas, Jakrta: Gaung Persada Press, 2007.
v Jurnal Keislaman dan Peradaban,
Volume 3, Februari 2006.
v Komaruddin Hidayat, Psikologi
Kematian Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme, Jakarta: Hikmah, 2005.
v Mulyadhi Kartanegara, Menyelami
Lubuk Tasawuf, Jakarta: Erlangga, 2006.
v M. Solihin, Sejarah dan Pemikiran
Tasawuf di Indonesia, Bandung: Pustaka Stia, 2001.
v Murtadha Muthahhari, Menapak Jalan
Spiritual Sekilas Tentang Ajaran Tasawuf dan Tokoh-tokohnya, Bandung: Pustaka
Hidayah, 2006.
v M. Quraish Sihab, Wawasan Al-Qur’an
tentang Zikir & Doa, Jakarta: Lentera Hati, 2006.
v Taqiuddin Ibnu Taimiyah, Tasawuf dan
Krirtik Terhadap Filsafat Tasawuf, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986.
Diposkan oleh karya hidup sang Hisam
yang me-Nur-kan dirinya di 20.35